Suatu hari kau jatuh cinta. Kau menyukai seseorang yang terlihat begitu sempurna. Kau mendambakannya menjadi milikmu. Kau berharap dia akan mengerti perasaanmu. Kau pun berharap bahwa dia akan membalas semua rasa itu. Tapi ternyata dia diam saja.
Kau mulai menjadi pengamatnya secara sembunyi-sembunyi. Kau memperhatikannya dari kejauhan. Kau mencintainya dalam diam. Tapi hatimu masih sangat gamblang mengharapkannya.
Kau mulai bertindak. Meski tak lugas mengungkapkan. Kau mendekatinya secara tak langsung. Kau menjadi temannya.
Kau dan dia semakin dekat. Berbagi banyak hal. Melalui banyak hal. Kau mulai berfikir bahwa alam juga turut mendukungmu.
Namun semua hanya sebatas teman. Serenyah apapun tawa diantara kalian, sebanyak apapun hal yang saling kalian bagi, tak merubah sedikitpun status itu.
Kau jatuh pada jurang kecewa. Kau mulai merasakan luka. Kau mulai menyadari bahwa rasamu tak terbalaskan. Sekejap kau mulai membencinya. Menganggapnya tak peka. Menvonisnya sebagai makhluk jahat yang tak berperasaan. Tapi kau tak menjauhinya dalam raga namun membencinya dalam jiwa.
Waktu terus berjalan. Kau dan dia masih berteman. Kau pernah berada di titik kecewa karena merasa bahwa cintamu tak terbalas, namun waktu terus membawamu melewati waktu bersama dengan dia. Hingga akhirnya kau sampai di titik, “menerima”.
Kau menerima perasaanmu untuknya. Kau menerima sikapnya. Bahkan kau pun mulai menerima ketika dia lebih memilih orang lain untuk dicinta. Kau sampai pada titik bersamanya tak lagi ada rasa. Melihatnya berdua tak lagi menimbulkan luka.
Kau berhasil menyembuhkan luka yang kau gores sendiri. Luka yang sengaja kau buat. Rasa bencimu atasnya adalah bentuk kambing hitammu atas kekeliruanmu. Kau keliru menambatkan hati. Menggantungkan harapan pada kenyataan nisbi yang kau buat sendiri. Kiranya pun kau terluka sendiri.
Dia tak salah. Bisa jadi dia memang tak tau rasamu. Bisa jadi sebelum bertemu denganmu, telah ada seseorang yang memenangkan hatinya.
Terimalah
Scenario rasa yang digariskan Allah untukmu. Sepertinya Allah sedang mengajarimu untuk menyembuhkan kecewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar