Selasa, 02 Juli 2019

PERAN PEREMPUAN INDONESIA 1950-1965 DAN MASA ORDE BARU

A.  Pengantar
            Perempuan memiliki peranan yang penting dalam proses pembentukan sebuah peradaban baru, karena dari perempuanlah awal generasi baru menerima didikan, tidak heran jika ketidakmajuan perempuan mempengaruhi berkembang atau maju dan tidaknya suatu bangsa. Dalam sejarah Indonesia, perempuan memiliki dinamika tersendiri dalam sejarah peranannya, keikutsertaan perempuan dalam segala aspek pada kehidapan berbangsa dan bernegara tidak dapat diabaikan.
Secara kuantitas perempuan Indonesia menempati 51% dari seluruh penduduk Indonesia (BPS, 2000). Tetapi, adanya kontruksi budaya patriakhi[1] dalam masyarakat membuat perempuan harus menempati posisi kedua setelah laki-laki. Akan tetapi, aktivis perempuan tidak berhenti berjuang meningkatkan kesadaran dan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Perjuangan aktivis perempuan telah ada sebelum Republik Indonesia merdeka. Seperti munculnya beberapa organisasi perempuan yang telah memberikan inspirasi bagi gerakan perempuan. Perkembangan organisasi perempuan semakin tampak setelah lahirnya Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada tahun 1945.[2]
Tahun 1950 sampai tahun 1965 merupakan suatu fase dalam pemerintahan Indonesia yang dikenal dengan istilah Orde Lama dengan Sukarno sebagai presidennya. Pada masa Orde Lama bermunculan berbagai organisasi perempuan yang turut berkiprah dalam bidang politik. Hal ini berbanding terbalik dengan masa Orde Baru yang merupakan saat-saat sulit bagi pergerakan perempuan di Indonesia.[3] Pada masa Orde Baru organisasi perempuan dikontrol oleh pemerintah. Wadah yang disediakan pemerintah hanyalah PKK dan Dharma Wanita yang bersifat terikat pada pemerintah serta tidak diizinkan untuk bergerak bebas sebagaimana organisasi perempuan sebelumnya. Telah terjadi perubahan peran wanita dari masa orde lama ke Orde Baru. Perbedaan kepemimpinan menjadi faktor mendasar perubahan tersebut. Lalu, bagaimanakan sebenarnya peran perempuan tahun 1950-1965 (Orde Lama) dan masa Orde Baru?

B.     Perempuan masa Orde Lama
            Pergerakan perempuan yang sempat terhenti pada masa pendudukan Jepang dibangun kembali dan beberaporganisasi membentuk federasi berorientasi nasional dalam sebuah Kongres. Kongres diadakan untuk menata kembali pergerakan perempuan yang sempat terhenti, usaha yang dilakukan perempuan pasca koloni Jepang lebih berkembang dalam proses untuk memperoleh kemerdekaan hingga perempuan berperan aktif dalam politik di Indonesia.[4]
Beberapa organisasi perempuan yang berkembang pada masa orde lama seperti Gerwani, sangat aktif dalam hal perjuangan perempuan. Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) merupakan kelanjutan dari Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis) yang berdiri pada tanggal 4 Juli 1950, di Semarang (Diniah, 2007:12)Gerwani merupakan organisasi yang menghendaki agar kaum perempuan bisa mandiri dan bisa bekerja kerasPada tahun 1955, Gerwani melakukan serangkaian kegiatan yang berbeda, yakni Gerwani mulai menitikberatkan perhatiannya pada Pemilu 1955. Ketika kampanye Pemilu dimulai, Gerwani memutuskan untuk ambil bagian dan mendukung kampanye untuk para calon PKI, namun tidak mengajukan nama-nama calonnya sendiri, walaupun Gerwani mendapat kebebasan politik tertentu. Hampir sebanyak 23.480 orang anggota Gerwani ikut di dalam kegiatan kampanye pemilu 1955 ini (Wieringa, 1998: 308).[5]
Program kerja pertama dan utama dalam Gerwani adalah mengenai masalah hak-hak wanita. Titik perhatian kedua dalam program kerja Gerwani adalah mengenai hak-hak anak. Dalam masalah perdamaian, Gerwani juga ikut memperjuangkan dilaksanakannya kerangka manipol, yaitu mengenai Persahabatan dan Solidaritas Internasional untuk saling menghormati dan bekerja sama.[6] Selain Gerwani, terdapat juga organisasi perempuan lain seperti Persatuan Wanita Republik (Perwari) dibentuk di Yogyakarta[7]Wanita KatholikAisyahHMI Wati, dan Organisasi Perempuan Kekaryaan.
            Hal ini tidak berlangsung lama setelah terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Suharto pada tanggal 1 Oktober 1965, terjadi kudeta politik tersebut diawali dengan adanya pembunuhan enam jenderal dan seorang letnan, dan jasadnya di buang dalam sumur yang sekarang dikenal dengan nama Lubang Buaya. Tempat pembuangan jasad tersebut tidak jauh dari lapangan tempat latihan baru untuk para sukarelawan kampanye Ganyang Malaysia, yang pada waktu itu dengan sengaja diperintahkan kepada anggota PKI dan Gerwani untuk mengadakan latihan di Lubang Buaya. Hal ini yang mengakibatkan munculnya kampanye fitnah yang ditujukan kepada PKI dan Gerwani yang dituduh sebagai pembunuh keenam Jenderal tersebut, mereka merupakan kelompok politik yang memiliki pengaruh penting dan memiliki massa yang besar. [8] Gerwani dianggap oleh pemerintah Orde Baru sebagai salah satu organisasi yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September.[9] Dan selanjutnya, pergerakan organisasi perempuan diawasi dengan ketat oleh pemerintah Orde Baru.

C.     Perempuan pada masa Orde Baru
Masa transisi dari orde lama menuju orde baru merupakan saat yang sulit bagi pergerakan perempuan di Indonesia. Organisasi perempuan disentralisasi oleh Negara di bidang keperempuanan. Pada masa pemerintahan orde baru, peran politik perempuan pada masa sebelumnya dibelokkan menjadi sekedar pendamping suami.[10] Perempuan berperan sebagai istri, pendidik anak dan pengatur ekonomi rumah tangga. Kiprah perempuan difokuskan pada aktivitas sosial. Salah satu organisasi yang terkenal pada masa orde baru adalah Dharma Wanita yang berdiri tahun 1974 atau dikenal sebagai organisasi istri pegawai negeri. Salah satu programnya yang terkenal adalah PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).[11]
Pemerintah Orde Baru sejak awal memperhitungkan gerak kaum perempuan, dikarenakan gerak perempuan sangatlah aktif dan progresif terlibat dalam berbagai bidang politik dan sosial dalam proses pembangunan bangsa dan negara dari masa pergerakan nasional hingga mencapai kemerdekaan. Oleh karena itu dalam masa kekuasaannya pemerintahan Orde Baru juga membutuhkan keterlibatan perempuan dalam seg ala bidang untuk usaha pembangunan negara, tetapi pemerintah berhati-hati dan memastikan bahwa keterlibatan kaum perempuan tidak menganggu dan mengacaukan tatanan sosial yang sengaja ditata dan ditetapkan oleh pemerintah dan para kaum kapitalis penanam modal di Indonesia, sehingga keterlibatan perempuan pada akhirnya ditetapkan secara resmi hanya dalam batas wilayah peranan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yakni rumah tangga dan keluarga.
            Pemerintah juga tidak membuang sia-sia organisasi perempuan yang sebelumnya sudah terbentuk dengan sangat baik dalam dinamika pergerakan perempuan, tetapi organisasi perempuan yang telah ada kembali ditata ulang dan dialih fungsikan sesuai tatanan sosial baru yang mencoba dibentuk oleh pemerintah yang didasarkan pada pembagian dan perbedaan peranan kerja antara perempuan dan laki-laki.
            Langkah awal pemerintah melakukan hegemoni citra bahwa kewajiban seorang perempuan ada dalam keluarga, maka dengan itu secara tidak langsung kesejahteraan keluarga dibebankan didalam tanggung jawab perempuan atau seorang ibu, mengakibatkan pemahaman tentang keperempuanan di Indonesia menjadi menyempit, keberhasilan seorang perempuan hanya dinilai dari tataran keberhasilan mereka dalam mengelola keluarga. Hal ini yang memunculkan adanya pandangan tentang kodrat perempuan sebagai ibu rumah tangga yang seringkali dimunculkan sebagai bentuk pembenaran kesesuaian antara laki-laki dan perempuan dalam memberikan perbedaan soal pembagian tugas-tugas, membuat berbagai argumen biologis dan reduksionis dimunculkan dengan tujuan untuk mempertahankan posisi keberadaan perempuan dalam hal kewajiban perempuan di rumah untuk mengelolah keluarga.
            Pandangan ini juga dianut dalam hukum agama dan hukum-hukum tradisional yang ada pada sebagian suku-suku di Indonesia, dan semakin dilegalitaskan pemahaman tersebut melalui kebijakan dalam negara, dimana menyatakan bahwa kebutuhan perempuan berpartisipasi di ruang publik diakui dan hanya dianggap sebagai peran ganda yang dilakukan oleh perempuan, hal ini pertama kali dinyatakan secara terbuka dalam Repelita V tahun 1984-1989, yang menyatakan bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, namun modernisasi menuntut perempuan mengambil peran khusus sebagai “inti keluarga dan pembawa norma-norma dan nilai masyarakat.” Isi dokumen tersebut juga menyiratkan bahwa meningkatnya peran ganda perempuan dalam periode pembangunan yang lebih luas berarti meningkatkan pemahaman mereka sebagai ibu dan istri dalam keluarga suatu masyarakat sesuai dengan pemahaman kodrat dari para kaum konservatif. [12]
            Pada lingkungan sosial dan politik, peranan perempuan hanyalah dianggap sebagai peranan sekunder dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan pergerakan perempuan sebelumnya yang tergabung dalam organisasi-organisasi perempuan yang diarahkan untuk memenuhi tujuan pemerintah pada masa Orde Lama yang menganut sistem pluralisme, sedangkan pada masa Orde Baru organisasi perempuan yang sudah ada dijadikan organisasi resmi negara dan sistem organisasi menganut paham partiakhi. Selama masa Orde Baru pemahaman keperempuanan disesuaikan untuk memenuhi kepentingan negara, secara resmi keperempuanan Indonesia didefinisikan dalam Panca Dharma Wanita yang merupakan peran ganda wanita di luar dan di dalam rumah sekaligus. Peran wanita yang dijelaskan dalam Panca Dharma Wanita tersebut diantaranya:
1.       Sebagai istri;
2.       Sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda;
3.       Sebagai ibu pengatur rumah tangga;
4.       Sebagai tenaga kerja dan dalam profesi untuk menambah penghasilan keluarga; dan
5.       Sebagai anggota organisasi masyarakat, terutama organisasi wanita, badan-badan sosial dan sebagainya.[13]
Setelah pada tingkat pusat perempuan sudah ditata sedemikian rapinya dalam pergerakan maupun peranannya, untuk menyebarkan kontrol pemerintah pada tingkat yang lebih luas hingga perdesaan maka dibentuklah sarana untuk perempuan di perkotaan hingga perdesaan maka dibentukklah kelompok-kelompok sosial sebagai wadah untuk mengontrol perempuan dalam golongan masyarakat umum pada tingkat bawah di kota maupun didesa. Gagasan munculnya organisasi perempuan PKK berawal dari sebuah seminar Home Economics yang diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan dari divisi Pendidikan dan Lembaga Gizi Masyarakat yang diadakan di kota Bogor, pada tanggal 9-14 september 1957, salah satu topik yang dibahas dalam seminar mengenai usaha untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di daerah pedesaan. [14]
Pada awalnya PKK hanyalah sebuah program pemerintah yang mengajarkan tentang pendidikan kesejahteraan keluarga kemudian pasca terjadinya peristiwa kudeta politik tersebut program tersebut dilembagakan menjadi sebuah organisasi masyarakat dari kota hingga pelosok desa yang wajib diikuti khususnya oleh para perempuan di Indonesia, yang digunakan untuk mengantikan organisasi perempuan Indonesia yang telah ada sebelumnya, menjadikannya organisasi tunggal sebagai upaya untuk menjinakkan kaum perempuan. Agar organisasi perempuan yang masih ada hanya menjadi gerakan pendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim Orde Baru.
            Tradisi berpolitik yang ada dalam pergerakan organisasi perempuan sengaja dihapuskan, jasa-jasa perempuan dalam dunia perpolitikan sebelum dan pasca kemerdekaan yang juga memiliki andil besar dalam kemerdekaan negara sengaja dilupakan begitu saja melalui moment terjadinya kudeta politik tahun 1965 yang mencitrakan bahwa perempuan tidak seharusnya berada dalam dunia politik, wilayah perempuan berada pada ranah sosial dan budaya. Terjadi depolitisasi dalam kehidupan perempuan, hal ini sengaja dilakukan pemerintah Orde Baru dengan tujuan untuk memastikan bahwa kaum perempuan, terutama para perempuan yang telah terdidik berorganisasi dan berpolitik di masa sebelumnya, mendapatkan ganti dalam suatu tempat yang dianggap layak untuk mengantikan peranannya dalam pergerakan perempuan sebelumnya dengan membentuk satu organisasi perempuan tunggal dalam masyarakat dibawah kontrol negara, hal itu yang menyebabkan perempuan yang pada mulanya berperan dalam dunia politik mengalami perubahan yang sangat drastis dengan digantikannya dalam progam PKK. Proses negara dalam upaya untuk penataan ruang gerak perempuan juga bersamaan dengan berjalannya upaya pemerintah melakukan penataan atas tubuh perempuan, dengan dalih untuk menyukseskan pembangunan yang di dengung-dengungkan dalam Repelita pada masa pemerintahan Orde Baru, dengan cara mengatasi pengendalian jumlah angka kelahiran.
            Masa transisi pemerintah setelah kudeta dan kontra-kudeta pada tahun 1965-1966 menjadi penanda penting munculnya hubungan antara politik dan Keluarga Berencana di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Presiden Soekarno melarang adanya program keluarga berencana, sedangkan di bawah Orde Baru, Presiden Suharto menandatangani Deklarasi On Population para pemimpin dunia mengenai populasi pada tahun 1967. Setelah melakukan penandatanganan deklarasi tersebut, presiden Suharto segera melakukan tindakan-tindakan untuk menjalankan program KB di Indonesia, pemerintah banyak melakukan penelitian dengan melakukan survey secara langsung tentang pendapat masyarakat mengenai jumlah yang ideal memiliki anak dalam satu keluarga, hasil survey terebut sebagian para responden menjawab memiliki 4 orang anak merupakan keluarga ideal. Presiden Suharto kemudian membentuk lembaga keluarga berencana (LKBN) di tahun 1969, sejak perencanaan Repelita I pada tahun 1969 program KB.[15]
Pada tahun 1980-an bermunculan organisasi perempuan yang berusaha keluar dari rumusan peran orde baru diantaranya Yasanti (Yayasan Annisa Swasti) di Yogyakarta dan Yayasan Kalyanamitra di Jakarta. Perjuangan perempuan pada masa ini harus menghadapi dua hal, pertama mengubah menset perempuan terhadap kesetaraan gender, kedua berhadapatn dengan Negara yang memiliki rumusan peran perempuan yang berbeda dengan perjuangan organisai tersebut.[16]

D.    Kesimpulan
Pada masa Orde Lama bermunculan berbagai organisasi perempuan yang turut berkiprah dalam bidang politik. Hal ini berbanding terbalik dengan masa Orde Baru yang merupakan saat-saat sulit bagi pergerakan perempuan di Indonesia. Pada masa Orde Baru organisasi perempuan dikontrol oleh pemerintah. Beberapa organisasi perempuan yang berkembang pada masa orde lama seperti Gerwani, sangat aktif dalam hal perjuangan perempuan. Selain Gerwani, terdapat juga organisasi perempuan lain seperti Persatuan Wanita Republik (Perwari) Indonesia dibentuk di Yogyakarta, Wanita KatholikAisyahHMI Wati, dan Organisasi Perempuan KekaryaanHal ini tidak berlangsung lama setelah terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Suharto pada tanggal 1 Oktober 1965, selanjutnya, pergerakan organisasi perempuan diawasi dengan ketat oleh pemerintah Orde Baru.
Masa transisi dari orde lama menuju orde baru merupakan saat yang sulit bagi pergerakan perempuan di Indonesia. Organisasi perempuan disentralisasi oleh Negara di bidang keperempuanan. Pada masa pemerintahan orde baru, peran politik perempuan pada masa sebelumnya dibelokkan menjadi sekedar pendamping suamiSalah satu organisasi yang terkenal pada masa orde baru adalah Dharma Wanita yang berdiri tahun 1974 atau dikenal sebagai organisasi istri pegawai negeri. Salah satu programnya yang terkenal adalah PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).



Daftar Pustaka

As’ad Muzammil, “Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan dari Orde Lama Sampai Orde Baru (Suatu Tinjauan Historis)”Jurnal Kependidikan Islam Vol. 2 No. 2 Desember 2016.
Detiknews, “Hari Ibu: Dulu Peran Politik Perempuan, Kini Jadi Sekedar Pendamping Suami”, diakses di https://n.detik.com/news/berita.
Fitria Damayanti, S.E.,M.M, “Peran Kepemimpinan Wanita Dan Keterlibatannya Dalam Bidang Politik Di Indonesia”, Jurnal Aspirasi Vol. 5 No.2 Februari 2015ISSBN 2087-2208.
Luky Sandra Amalia, “Kiprah Perempuan di Ranah Politik dari Masa ke Masa” diakses di www.politik.lipi.go.id/kolom/296-kiprah-perempuan-di-Ranah-Politik-dari-Masa-ke-Masa diakses pada 1 April 2018 pukul 15.52.
Intan Septriana, “Peranan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) Sebagai Organisasi Perempuan Terbesar Di Indonesia  Tahun 1950-1965”, Simki-Padagogia, Vol.01 No.02 Tahun 2017, Artikel Skripsi, Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Vitriyana Kusuma Dewi Dan Gayung Kasuma, Perempuan Masa Orde Baru (Studi Kebijakan Pkk Dan Kb Tahun 1968-1983)Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014.
Zakiyah, “Pemberdayaan Perempuan Oleh Lajnah Wanita dan Putri AL-Irsya Surabaya” Jurnal Analisa, Vol. VII No.01, Januari-Juni 2010.
  



[1] Patriakhi adalah dominasi institusi sosial politik oleh laki-laki dalam kehidupan pribadi dan publik melalui dukungan hokum, khususnya hukum keluarga.
[2] Luky Sandra Amalia, “Kiprah Perempuan di Ranah Politik dari Masa ke Masa” diakses di www.politik.lipi.go.id/kolom/296-kiprah-perempuan-di-Ranah-Politik-dari-Masa-ke-Masa diakses pada 1 April 2018 pukul 15.52.
[3] Ibid
[4] Vitriyana Kusuma Dewi Dan Gayung Kasuma, Perempuan Masa Orde Baru (Studi Kebijakan Pkk Dan Kb Tahun 1968-1983)Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014.
[5] Intan Septriana, “Peranan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) Sebagai Organisasi Perempuan Terbesar Di Indonesia  Tahun 1950-1965”, Simki-Padagogia, Vol.01 No.02 Tahun 2017, Artikel Skripsi, Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 3-4.
[6] Ibid., hal. 8-9
[7] Zakiyah, “Pemberdayaan Perempuan Oleh Lajnah Wanita dan Putri AL-Irsya Surabaya” Jurnal Analisa, Vol. VII No.01, Januari-Juni 2010, hal.40.
[8] Vitriyana Kusuma Dewi Dan Gayung Kasuma, op.cit.
[9] Intan Septriana, op. cit., hal. 3
[10] Detiknews, “Hari Ibu: Dulu Peran Politik Perempuan, Kini Jadi Sekedar Pendamping Suami”, diakses di https://n.detik.com/news/berita.
[11] Luky Sandra Amalia, op. cit.

[12] As’ad Muzammil, “Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan dari Orde Lama Sampai Orde Baru (Suatu Tinjauan Historis)”Jurnal Kependidikan Islam Vol. 2 No. 2 Desember 2016.
[13] Fitria Damayanti, S.E.,M.M, “Peran Kepemimpinan Wanita Dan Keterlibatannya Dalam Bidang Politik Di Indonesia”, Jurnal Aspirasi Vol. 5 No.2 Februari 2015ISSBN 2087-2208, hal. 4-5
[14] Vitriyana Kusuma Dewi Dan Gayung Kasuma, op.cit.
[15] Ibid
[16] Luky Sandra Amalia, op. cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan....