Kamis, 31 Desember 2020

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan. Tapi apa mau dikata, hidup butuh biaya, dan aku mendapatkan biaya tersebut dengan bekerja. Lalu kenapa tak menjadikan ritual menulis sebagai pekerjaan? Simplenya kenapa tak menjadi penulis jika memang menulis adalah salah satukesenangan? Mungkin begitu tanyamu apabila membaca tulisan ini. Ku jawab, aku ingin sekali menjadi penulis, sayangnya aku tak pernah percaya diri dengan tulisanku dan aku tak serius menggeluti dunia kepenulisan.

Tulisan ini aku buat dalam keadaan gelap-gelapan. Aku hanya mengandalkan cahaya yang keluar dari notebookku, karena kebetulan listrik padam sejak pukul 16.00 jika aku tak salah. Suatu aktivitas yang memberikan sumbangan besar terhadap minus mataku. Terakhir aku cek mata, mataku di posisi minus 1,5. Lumayanlah untuk membuatku tidak bisa melihat secara jelas obyek beberapa meter di depanku. Jadi jika kita berpapasan dalam jarak sekian meter namun aku tak menyapa,jangan salah paham. Bisa jadi aku tak melihat dengan jelas wajahmu. Aku tak bisa memastika berapa meter jarak aku sudah tak bisa melihat detail suatu objek, karena kebetulan tidak membawa meteran kemana-mana, mungkin sekitar 5 meter, 10 meter, 7,5 meter? Intinya aku tak pernah berniat tidak menegur orang yang ku kenal jika berpapasan.

Listrik menyala di pukul 18.18. bertepatan dengan suara azan magrib. Sekejab kemudian listrik padam lagi. Aku ingin rehat sebentar. Batre notebookku juga tinggal 30%.

Di penghujung tahun 2020, aku ingin menulis.  Lebih tepatnya aku ingin bercerita tanpa harus mencari seseorang untuk menjadi pendengar. Sebentar, aku buka arsip-arsipku dulu.

Awal tahun 2020 aku lewati dengan hati tenang. Meski aku berstatus pengangguran tapi aku sudah punya kepastian pekerjaan. Alhamdulillah di akhir desember 2019 aku diterima kerja di 2 tempat. Pertama di Yayasan A sebagai guru sejarah, kedua di Kantor B sebagai mitra administrasi. Jika aku ambil pekerjaan di Yayasan A, aku akan magang terlebih dahulu selama 3 bulan, setelah itu baru menjadi guru tetap disana, tentunya jika dianggap layak oleh kepala yayasan (direktur).  Di Kantor B aku hanyalah mitra (bukan pegawai tetap). Kontrakku selama 10 bulan, dimulai bulan februari sampai November. Banyak hal yang menjadi pertimbangan. Biaya hidup, kendaraan, jarak, lingkungan, dan juga pergolakan batin. Sebelum memutuskan menerima pekerjaan di Yayasan A, aku bertanya kepada diriku sendiri, benarkah aku siap menjadi guru? Atau aku melamar pekerjaan karena kepepet? Kepepetnya pengagguran yang butuh pekerjaan jadi apply lamaran dimanapun ada lowongan. Harus aku akui bahwa ini ada benarnya namun tak sepenuhnya benar. Aku bukan sembarang memasukkan lamaran ke tempat ini. Ada sebuah pembuktian yang ingin ku capai. Pembuktian bahwa aku aku bisa diterima tanpa orang dalam. Pembuktian bahwa meski aku tidak berlatar belakang pendidikan guru tapi aku bisa diterima menjadi pengajar. Alasan apa ini, sepertinya aku memang tak layak menjadi guru. Aku putuskan untuk mengambil pekerjaan di Kantor B.

Januari aku nikmati sebagai pengangguran. Di kampung melakukan pekerjaan rumah.  Tanggal 18 Januari aku menghadiri wisuda temanku. Sebagai pengangguran, aku merasa santai saja menanyakan teman seangakatan wisuda, “kerja dimana?” toh aku juga belum bekerja kan. Akan tetapi respon temanku justru seperti menamparku. Bukan karena responnya menyakitiku tapi karena pertanyaanku yang menyakitinya dan juga menyakitiku. Setelah kejadian itu aku tidak pernah bertanya kepada siapapun mengenai dia kerja dimana. Jika seseorang ingin kita mengetahui pekerjaannya, dia akan memberi tau tanpa kita bertanya, begitu prinsipku sampai sekarang.

Bulan januari sedikit aneh. Meski memiliki tampang pas-pasan, setidaknya ada 2 laki-laki yang “katanya” mau serius dengan aku. 1 orang lainnya justru menanyakan mengenai lamaran.  Tak perlu kujelaskan jawabanku. Mari kita tinggalkan januari.

Hampir lupa, januari aku menyukai seseorang (lucu) tapi sayangnya tak diajak nikah sama dia (haha)

Tanggal 3 Februari aku mulai kesibukanku bekerja di Kantor B. Aku sangat bersyukur mendapatkan kesempatan bekerja disini. Pegawai-pegawainya menerimaku dengan sangat baik. Bahkan bisa dikatakan aku bekerja sambil belajar, atau mungkin belajar tapi dibayar. Banyak hal baru yang aku pelajari disini. Pegawai-pegawainya pun begitu ringan untuk mengajari ataupun memberi tahu apa yang belum aku ketahui. Bekerja di Kantor B adalah salah satu hal yang sangat aku syukuri di tahun 2020.

Februari aku mendatangi tempat-tempat baru. Meski aku bekerja di kabupaten sendiri, tapi aku gagap terkait wilayah tersebut. Dan bagiku ini adalah hal menyenangkan. Pergi ke tempat baru, bertemu dengan orang baru, tentu saja memberikan cerita baru untukku. Aku sangat menyukai hal tersebut. sayangnya selama ini langkah kakiku masih terbatas. Terbatas oleh biaya, oleh kendaraan, dan juga oleh gender. Tak mudah mendapatkan izin pergi ke tempat tertentu karena aku “perempuan”.

Maret aku mengikuti tes CPNS 2019. Aku mendapat waktu ujian di tanggal 1 maret. Bertepatan dengan hari minggu, sehingga aku tak perlu mengajukan cuti ke kantor. Aku mengambil formasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di jabatan Pengelola data Arkeologi unit kerja UPT Kemendikbud Wilayah Sumatera Selatan. Persiapanku untuk ujian sangat minim. Beruntungnya aku sempat mengajar bimbel di bulan Desember 2019, karena materi yang ku ajarkan mirip dengan materi cpns. Alhamdulillah nilaiku diatas standar. Tapi sayangnya aku tak bisa lanjut ke SKB dikarenakan aku tak masuk dalam perengkingan. Peringkatku 9 sedangkan yang lanjut peringkat 1-6. Mungkin belum rezeki, bisikku dengan diri sendiri.

Malam sebelum tes, aku ikut reunian. Meski belum semuanya lulus, tapi sudah sulit untuk berkumpul. Bolehlah dikatakan pertemuan malam itu sebagai reuni. Pertemuan tersebut sekaligus sebagai rapat kecil untukagenda jalan-jalan bersama ke kampung laut. Untuk cerita lengkapnya,bisa lihat di salah satu postingan blogku dengan judul “Mutik Sumbun”.

Tentu kamu masih ingat, di bulan maret mulai di konfirmasi pasien pertama Covid-19 di Indonesia. Kita mulai berbisik mengucapkan selamat tinggal kumpul-kumpul ria, karena pemerintah meminta kita di rumah aja.

Aku bersyukur aku bekerja di sebuah kota kecil. Sehingga ketika Covid mulai masuk ke Indonesia tidak serta merta masuk pula ke kotaku. Kami masih aman tapi tetap harus waspada. Minggu terakhir maret, kantorku sudah menerapkan sistem WFH (Work from Home). Kita tinggalkan Maret yang penuh kejutan.

Akhir april kita memasuki bulan suci Ramadhan. Seorang sabahat yang sebentar lagi melahirkan menanyakan saran nama yang bagus untuk anaknya. karena pandemi dan juga bulan ramadhan, terpikir iseng menyarankan nama Covid Ramadhana. Temenku ngamuk dong, masak anaknya dikasih nama penyakit. Peace, ini hanya gurauan.

Banyak hal baru di Ramadhan kali ini. Kampanye di rumah aja membuat banyak kegiatan berkumpul dibatasi. Sudah tak bisa ngabuburit menunggu buka, tak bisa buka bersama seperti Ramadhan sebelumnya, bahkan sholat terawih dan tadarus di masjid juga tidak bisa. Semua dihimbau di rumah saja, ibadah di rumah saja. Sebagai anak rumahan yang saat ini sedang numpang di rumah saudara, aku tidak masalah dengan hal tersebut.

Tapi di kotaku, waktu sore biasa saja. Ya ramai orang mencari panganan untuk berbuka. Seakan tidak terjadi apa-apa. tapi bukannya memang demikian di kotaku? Tapi berita di tv mengenai wabah tersebut sungguh menakutkan.

Memasuki Mei. Awal Mei aku ke pasar di kota tempat aku bekerja. Aku cukup suka blusukan ke pasar meski tanpa niat beli apa-apa. Melihat pedagang menawarkan dagangannya dengan ciri khas masing-masing sangat menarik bagiku. Tak ayal, ada beragam suara di pasar. Namun, itulah harmoninya. Sayangnya akibat wabah, pasarnya sepi. Ada banyak lapak yang kosong. Melihat pasar mengingatkanku kepada seseorang. Seseorang yang jika aku tanya lagi apa, sering di jawab lagi di pasar.

Pertengahan Ramadhan, aku menerima kabar duka dan bahagia sekaligus dari 2 sahabatku. Salah satu sahabatku mengabarkan bahwa ayahnya meninggal. Besoknya sahabatku satu lagi mengabarkan bahwa dia melahirkan dengan selamat seorang anak laki-laki. Aku harus menangis dan tersenyum oleh keadaan.

Akibat Covid-19, orang mulai terbiasa dengan kebiasan baru. Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Dan juga mulai terbiasa dengan webinar, sekolah online, rapat online, dan segala sesuatu yang bersifat online lainnya. Meski di awal penerapan masih terasa canggung dan banyak kendala. Tapi Mei tidak begitu baik untukku. Menjelang akhir Ramadhan, tepatnya di tanggal 20 Mei, aku menerima addendum bahwa aku diputuskontrak karena pandemi. tapi beruntungnya aku, aku ditawari lanjut bekerja di kantor yang sama sebagai honorer. Sekali lagi aku bersyukur berada di tempat ini.

Hari raya jatuh di tanggal 24 Mei 2020. Maaf, hari raya tahun ini tidak begitu menyenangkan untukku. Aku ingin menuliskannya disini, tapi aku belum siap jika orang lain tau mengenai cerita itu. Ku pikir biarlah cerita itu tersimpan rapi dalam diary.

“Kau bangun lubang kecewamu sendiri dan kau terkubur di dalamnya.” (7 Juni 2020)

Demikian yang tertulis dalam diary-ku.  

Bulan juni aku ingin menulis bahwa di tanggal 19 juni 2020 fakultasku di merger ke fakultas tetangga. Sebagai alumni aku kecewa. Sebagai pekerja, aku biasa saja. Fakultasku tinggal kenangan.

“Hujan bulan juni”

Penulisnya meninggal di bulan Juli

Juni – Juli terlewati dengan biasa saja. melakukan rutinitas rutin kantor, rutinitas baru era new normal, dan rutinitas biasa-biasa saja lainnya.

Agustus – September – Oktober aku sibuk dengan rutinitas pekerjaan.

November aku masih sibuk bahkan teramat sibuk. Karena di bulan ini aku mengambil 2 pekerjaan. Siang sebagai honorer dan malam sebagai mitra. Hampir sebulanan aku tidur di jam 12 malam. Tapi aku menyukai hal ini.

Aku ingin kerja berat membanting tulang. Aku ingin tubuhku hancur setiap pulang kerja, lalu jatuh tertidur lupa diri. Bangun tidur dan kerja lagi. Agar aku tak memiliki waktu sekedar mengingatmu.

(Ayah-Andrea Hirata)

Bekerja membuatku lupa banyak hal. Tidak melulu soal cinta sebagaimana yang tertulis di novelnya. Dengan lelah bekerja aku benar-benar tak memiliki waktu memikirkan masalah lain selain pekerjaan.

Info tambahan aku ulang tahun di bulan November. Usiaku sudah 23 tahun. Dan aku masih jomblo. (haha)

Terimakasih untuk teman-temanku yang memberi sebongkah kue dengan lilin diatasnya.

Bulan Desember hujan.

Di penghujung 2020 aku hanya ingin ditanya “apakah aku baik-baik saja”. Tapi percuma, Tentu aku akan menjawab aku baik-baik saja. Sulit untuk mengakui aku tidak baik-baik saja di depan orang lain. aku baik-baik saja.

Tahun 2020 berat ya. Hampir semua orang mengakuinya. Pandemi, phk, pengangguran, kebutuhan hidup, dan beragam kesulitan lainnya. meski begitu masih ada orang yang tega korupsi. Yang dikorupsi dana bantuan pula. Tapi perjalanan hidup yang berat akan membuat kita menjadi kuat. 

Meskipun begitu, aku banyak bersyukur di tahun 2020 ini. Selain pandemi, hal lain yang paling aku benci di 2020 adalah ‘perpisahan’.

Aku selalu ingin menulis ini:

“Aku ingin berhitung, mengenai banyaknya hari yang telah kuhabiskan, mengenai banyaknya waktu yang telah tersisihkan, mengenai diriku yang masih berdiri di tempat yang sama melihat orang berlalu-lalang melewatiku. Melihat orang datang dan pergi dari hidupku, menggenggam setiap rasa yang ditawarkan dan ditinggalkan oleh mereka.”

2020, terimakasih telah menguatkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan....