Minggu, 4 Oktober 2020, aku pergi ke ibukota provinsiku. ini merupakan kali pertama aku ke kota sejak pandemi. terakhir menginjakkan kaki di kota ini adalah bulan Maret lalu, bertepatan dengan tes CPNS. -meskipun saat itu virus Covid-19 telah ada tapi belum sampai di Indonesia, berdasarkan info yang diberikan oleh kemenkes. Barulah di akhir bulan Maret, Covid mendarat di Indonesia dan dimuulailah aktifitas isolasi, WFO, dan beragam pembatasan lainnya. setelah itu, tepatnya dibulan Juni, dimulai era New Normal atau kebiasaan baru di masyarakat dengan menerapkan 3M: menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker. Dan sampai saat ini, kasus positif covid di Indonesia masih tinggi.
aku sedang tak ingin bercerita mengenai perkembangan covid maupun menyajikan data sudah berapa orang yang tertular, biarlah itu menjadi tugas satgas penanganan covid. aku hanya ingin menuliskan apa yang kulihat dan ku rasakan pada kunjunganku ke kota ini setelah 6 bulan tak bertandang.
aku berangkat menggunakan travel. jarak teemput dari tempat aku kerja ke kota sekitar 1 jam saja. namun karena menggunakan travel bisa molor sampai 2 jam, ya biasalah, diajak ng-trip alias keliling-keliling dulu. dan selalu aku menjadi penumpang yang terakhir diantar ke tujuan. oke tak apa, terimakasih om travel.
pukul 13.00 WIB aku berangkat. di dalam travel sudah ada 2 penumpang lainnya. sepertinya mereka suami istri. bapak-bapaknya duduk di depan, disebelah pak sopir. sedangkan yang ibunya duduk di belakang si bapak, dan aku duduk di samping si ibu, belakang sopir. demikian denah tempat duduk kami di mobil.
"kuliah dek?" tanya si Bapak
dalam hati aku ingin jawab, "pengen pak" tapi di mulut hanya berujar, "tidak pak."
"ngapain ke Jambi" Kembali si bapak bertanya.
"ada urusan sedikit pak" jawabku
"ow" guman si bapak
mobil terus berjalan. melewati kota kecil tempat aku bekerja. jalan mulus meski tak semulus tol di ibukota negara, tapi lebih baik dibanding jalan menuju kampung halamanku.
meski sudah sering melakukan perjalanan ke kota, tapi perjalanan kali ini terasa berbeda. tentu saja. aku pergi tidak untuk kuliah, sebagaimana yang biasanya dulu kulakukan. tidak pula untuk jalan-jalan, merefresh fikiraan yang kusut karena rutinitas. aku pergi karena kerja. bahasa krennya sih melakukan perjalanan dina. ehem, bolehlah.
singkat cerita, kendaraan kami memasuki kota. sepanjang perjalanan kami lebih banyak diam. aku memilih untuk tidur. menuntaskan kantuk yang terutang selama begadang. seperti kata salah satu temanku, sebagaimana dendam, tidurpun harus dibayar lunas. ketika travel tinggal mengantar aku saja, si sopir bertanya, "turun dimana mbak?" "di depan K*C **** , Bang." Jawabku.
"Ada urusan apa Mbak di kota?" tanyanya kembali
"Ada kerja bang"
"Kerja apa mbak?" masih lanjut pertanyaannya.
"Kerja apa ya....." Jawabku dengan suara menggantung dan tertawa.
ntah kenapa aku sering merasa malas jika ada yang menanyakan aku kerja apa. bukan karena pekerjaanku itu pekerjaan terlarang, semisal merebut pekerjaan orang, tapi aku lebih senang diajak ngobrol hal lain dibandingkan pekerjaan. aku takut jika ku katakan pekerjaanku berdasarkan SK, mereka akan memandang rendah, sebaliknya jika ku katakan seperti apa bentuk pekerjaan yang ku lakukan, mereka justru memandang wah. Aslinya aku hanyalah buruh birokrat.
pukul 15.30 aku sampai di tujuan. jangan tanya kenapa lama, kan sudah dijelakan diajak keliling-keliling dulu. terlebih lagi, tadi singgah di rumah makan untuk mengisi bahan bakar kampung tengah.
begitu kakiku menginjak aspal kota, aku kembali merasa seperti waktu pertama kali aku ke kota ini dengan tujuan kuliah. seorang gadis desa yang datang ke kota. untungnya aku diberi kesempatan menimba ilmu sampai lulus kuliah, setidaknya aku kini memiliki keberanian untuk pergi ke mana saja, dengan syarat punya tujuan, uang, dan teman. kenapa teman di posisi terakhir, karena jika sudah ada tujuannya pasti ada teman baik yang menemani maupun yang menunggu. uang tentu saja penunjang utama karena kita bisa mendadak bego jika tanpa uang sama sekali. dan jika ada teman perjalanan, itu bonusnya.
sambil menunggu temanku menjemput, tak sengaja mataku melihat pemandangan yang membuatku berasa terenyuh. seorang ibu-ibu sedang menggendong seeorang anak laki-laki sambil mendorong gerobak es. atau lebih tepatnya ibu-ibu yang mendorong gerobak es sambil menggendong anak. sama saja sepertinya. seketika aku teringat ibuku di rumah. sudah lama aku tak mengabarinya. sudah lama teleponku tak kugunakan untuk menelponnya. durhakanya aku sebagai anak.
perasaan terenyuh belum usai dan harus ditambah levelnya begitu melihat dari arah berlawanan, ada seorang bapak-bapak yang sedang menarik gerobak berisi barang bekas. mereka bersimpangan di depan dialer motor. tentu saja aku lalu teringat ayahku (alm). tapi sayangnya tak banyak kenangan yang sempat kuukir dengan ayah. perasaan rindu yang kurasakan lebih karena aku rindu sosok ayah bukan rindu kenangan bersama ayah.
melihat mereka, aku harus intorpeksi diri, sudah bersyukurkan hari ini? aku jadi malu, karena seringkali aku mengeluh ketika aku tak bisa membeli apa yang aku inginkan. mengeluh ketika merasa lelah bekerja, mengeluh ketika melihat orang lain mendapatkan pencapaian lebih baik dariku. padahal, begitu banyak nikmat yang sudah kudapatkan. astagfirullah, auto istigfar.
tak lama temanku datang. dia makin cantik saja. meski aku sangat menyayangkan caranya berpakaian, tapi itu hal dia. dia masih temanku yang dulu. teman semasa kuliah, teman yang selalu menemi suka-duka perkuliahan. sekaligus teman yang paling sering ku repotkan. sepertinya aku harus kembali bersyukur, diberi teman sebaik dia.
tentu saja, jika sudah lama tak jumpa, maka ketika jumpa akan ada banyak cerita. ghibah time itu wajib sebagai salah satu bentuk kualiti time karena LDR. aduh berantakan sekali bahasaku.
semua cerita mengalir. perkuliahan, teman, pekerjaan, bahkan sampai ke asmara. hahai. ku ceritakan tentang dia yang yang ku cinta diam-diam dan diam-diam menghilang. sudahlah, terasa malas pula menulis tentang dia, cukup sampai pada cerita.
(bersambung)
aku capek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar