Sebelum Herodotus, pengetahuan akan sejarah lampau manusia
berkembang mulai dengan: Bentuk lisan (tradisi lisan/oral tradition). Setelah
manusia mengenal tulisan, maka manusia mulai mengungkapkan pengetahuan masa
lampau melalui tulisan. Pada awalnya manusia masih banyak dipengaruhi oleh bahasa
lisan, yang biasanya berbentuk sya’ir atau puisi. Namun apabila ditinjau lebih
dalam terdapat perbedaan antara tradisi lisan dengan tulisan yaitu: Dalam
tradisi lisan bersifat mitos, emosi, romantis, epos, dan fiksi. Sedangkan
tradisi tulisan mulai berkembang ke arah lebih historis, rasional, factual, dan
istoria.
Munculnya Herodotus sebagai bapak sejarah tidaklah berdiri
sendiri, namun berdasarkan hasil penulisan sejarah sebelumnya. Sebelum
Herodotus sudah ada beberapa penulis yang bercorak sejarah, para penulis
terdahulu yang merintis adanya penulisan sejarah antara lain: Hellanicus dari
Lebsos dan Hecatoous dari Miletus yang menulis Genealogy, dan Dyonysar dari
Persia yang telah menulis syair riwayat Persia. Hasil pengembaraan Herodotus ke
Asia dan Afrika telah mendorong dirinya untuk menulis sejarah dalam bentuk
logographio atau yang dikenal dengan prosa. Perubahan bentuk dari sya’ir ke
bentuk prosa inilah yang merupakan jasa besar Herodotus dalam Historografi.
Penulisan sejarah masa kini merupakan kelanjutan dari bentuk
prosa warisan Herodotus. Dimulainya penulisan sejarah dengan bentuk logographio
ini ternyata sedikit demi sedikit dapat membedakan dari tradisi yang sebelumnya
mengandung unsure mistis berubah mendekati rasional. Dalam karyanya yang terkenal
yaitu Perang Persia, dapat dikatakan merupakan karya sejarah yang pertama
berbentuk prosa, yang di dalamnya memuat secara komprehensif. Namun dalam
karyanya juga terdapat mitos yang berkembang pada zamannya. Herodotus dapat
dipandang sebagai historiograf yang hidup pada masa transisi, dari tradisi
lisan Yunani (masih mengandung epos dan mitos), menuju masa Historiografi yang
rasional. Oleh karena itu, gaya penulisannya masih retorik dengan gaya bahasa
lisan (oral dictum), di samping secara komprehensif memasukkan segala yang
diketahui tanpa adanya seleksi, sehingga masih Nampak epos dan mitosnya.
Setelah Herodotus terdapat bapak sejarah kedua yaitu Tuchydides. Tuchydides
menulis sejarah The Pelloponessian War, keduanya sudah berbentuk naratif logographio
seperti Herodotus. Namun terdapat perbedaan nyata antara kedua sejarawan ini.
Tuchydides menulis sejarah kontemporer, di mana ia mengikuti jalannya perang
tersebut. Di samping itu ia sudah menggunakan metode sejarah kritis, yang
terbatas pada kritik sumbernya. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa dictum
ilmiah (bahasa tulisan). Namun dalam penulisannya Tuchydides tidaklah
komprehensif seperti Herodotus karena ia menekankan pada masalah politik dan
militer serta tokoh-tokoh yang berperan pada masa itu. Oleh karena itu, karya
Tuchydides dipandang mendapat pengaruh dari zamannya, terutama unsur politik
yang berkembang pada masa itu, sehingga memiliki unsur subjektifitas yang
banyak.
PENULISAN
SEJARAH PADA ZAMAN YUNANI DAN ROMAWI
Kebudayaan Yunani dan Romawi merupakan akar dari kebudayaan
Eropa. Kebudayaan Yunani dan Romawi memiliki perbedaan yang prinsipil namun
memiliki hubungan yang erat. Yunani sebagai Negara kota (Polis State) dengan
demokrasi langsungnya telah menumbuhkan kebebasan yang mendorong kreatifitas
berpikir (rukhaniah). Sedangkan Romawi lebih mengutamakan fisik karena untuk
menopang luasnya imperium mereka, salah satunya dengan militerisme yang kuat.
Walaupun Yunani merupakan bagian dari imperium Romawi, namun orang Romawi
menggunakan orang-orang Yunani untuk mendidik generasi mudanya. Jika diukur
dengan kemajuan peradaban manusia, maka bangsa Romawi lebih cenderung dalam hal
fisik, sedangkan Yunani dalam hal rukhaniah. Dengan demikian kebudayaan Yunani
jauh lebih tinggi dibandingkan kebudayaan Romawi.
Dalam Historiografi, Yunani lebih bebas berkarya dalam
menentukan tema-temanya. Di dalam Historiografi Romawi pada umumnya menunjukkan
sifat patriotic (menunjukkan kegemilangan imperium Romawi) dan mengandung
imajinasi. Sejarawan Romawi sebagai contoh ialah Titus Livius dan Plutarch.
Titus Livius (lahir 59 SM) terkenal dengan karyanya History of Rome, yang
menggambarkan tentang kebesaran Romawi. Namun, ia juga tergugah nuraninya untuk
menggambarkan keadaan yang sebenarnya di Romawi (kekejaman, penyiksaan,
gladiator, dsb). Ia juga sejarawan yang pertama menggunakan imajinasi dalam
mengungkapkan eksplanasi sejarah. penggunaan imajinasi tersebut ternyata
menarik minat pembaca. Plutarch (lahir 45 SM), terkenal sebagai penulis
biografi. Biografi adalah jenis historiografi yang mengambil objek riwayat
hidup.
Dengan membaca biografi, orang dapat menikmati adanya
refleksi hidup seseorang. Plutarch menetapkan beberapa kelompok besar dalam
biografi, yaitu: kelahiran, keluarga, pendidikan, karakter, dankarier
seseorang. Beberapa karyanya yaitu: Biografi Mark Anthony, Marcellus, dll.
Polybius, merupakan salah satu historiografi Romawi. Dalam
penulisannya ia memuat adanya konsep bentuk Negara yang silih berganti yang
dialami oleh elite birokrasi. Konsep dari ia adalah “bentuk Negara akan silih
berganti menuruti siklus yang bergerak, pertama
monarki-oligarki-aristokrasi-berkembang menjadi demokrasi-muncul anarki-kembali
lagi monarki. Bila diamati siklus ini merupakan hasil pengamatan sejarawan pada
kondisi zamannya. Bila kita amati, ketiga sejarwan tersebut mendapat pengaruh
dari situasi yang berkembang pada zamannya. Namun, ketiganya memiliki garapan
dan pandangan yang berbeda. Livius lebih mengemukakan sejarah secara
komprehensif, Plutarch lebih kepada penulisan biografi, dan Polybius lebih
menonjolkan konsep yang berkembang pada zamannya.
PENULISAN
SEJARAH PADA ABAD PERTENGAHAN
Historiografi abad Pertengahan tidak luput juga dari
pengaruh kebudayaan dalam kehidupan para sejarawan masa itu. Hal tersebut tampak
dalam menentukan periodesasi yang disesuaikan dengan Injil, dan jalannya
sejarah secara liner (Eschatologis) menuju ke hari kemudian. Di samping itu
terdapat pandangan bahwa sejarah tidak ditentukan oleh manusia namun ditentukan
oleh Tuhan (God Providente). Agar lebih memahami Historiogarfi abad
pertengahan, ada baiknya mengetahui kehidupan dari St. Augustine. St. Augustine
(354-430 M) hidup pada masa peralihan zaman klasik menuju zaman pertengahan
sehingga ia dijuluki Historiograf yang mempunyai dua pijakan kaki, satu di
zaman klasik, satu lagi di zaman pertengahan. Augustinus berpendapat bahwa
prosesdialektis, pertentangan kebenaran dan kesalahan, yang berakhir dengan
kemenangan kebenaran. Hal ini digambarkan pada karyanya Civitas Dei dalam buku
ini digambarkan pertentangan antara Civitas Terrena (kerajaan dunia) dengan
Civitas Dei (kerajaan surga), dan kerajaan sorgalah yang menang. Hal ini
dimaksudkan sebagai penyelamatan manusia yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Dengan demikian, segala proses sejarah di bawah pimpinan dan perencanaan Tuhan.
Dalam Chronicle or History of Two Cities, Otto von Freising seorang sejarawan
Jerman abad X (1113 M) terlihat jelas zeitgeist abad pertengahan. Di dalamnya
mengemuka idea Theologis dan Theleologis. Idea Theologis menyebutkan bahwa
proses sejarah manusia pada mulanya banyak mendapat kesengsaraan, kemudian
berkat bimbingan Tuhan, manusia mendapat keselamatan. Sedangkan idea
Theleologis, menyebutkan proses sejarah manusia berlansung secara linier, yang
berakhir pada alam baka (akhirat). Sedangkan sejarawan Hugo von Saint Victor
(1096-1141 M) mempunyai pandangan bahwa sejarah berpusat pada Kristus. Oleh
karena itu untuk mengetahui sejarah hanyalah dapat ditemukan di dalam rahasia
iman. Hugo juga membagi periodesasi sejarah yaitu:
1. Periode Hukum Alam,
2. Periode Hukum Positif (berasal dari Nabi Musa A.S.),
3. Periode Hukum Rahmat (manusia mendapat rahmat dari roh
kudus).
Joachim vonFiore (1145-1202 M) mempunyai pandangan bahwa
sejarah merupakan cerminan rahmat karunia Tuhan di dalam kemanusiaan. Von Fiore
menetapkan periodesasi sejarah yaitu: Periode Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Di
mana ketiga periode tersebut bertujaun akhir yaitu kemulyaan surga.
PENULISAN
SEJARAH PADA ZAMAN RENAISSANCE
Penulisan sejarah (Historiografi) pada zaman Renaissance
juga terpengaruh oleh situasi zaman dan kebudayaan yang berkembang pada masa
itu. Oleh karena itu pandangan sejarah pada masa itu adalah perubahan dari
Theosentrisme ke Antrhoposentrisme. Pandangan sejarah pada zaman ini mengatakan,
bahwa perjalanan sejarah sangat ditentukan oleh manusia, bukan atas perantaraan
Tuhan. Sebagai contoh ialah karya dari Niccolo Machhiavelli yang berjudul
History of Florence (Sejarah Florence) yang berjumlah delapan jilid. Dalam
karya tersebut ia menulis secara empiris dan mengungkapkan kenyataan yang
pernah dialami. Digambarkan adanya konflik kekuasaan bangsawan, konflik antar
bangsawan dan rakyat, dan kehancuran Italia akaibat intervensi asing (barbar).
Machiavelli berpendapat, bahwa fungsi sejarah adalah sebagai bahan pengajar
moralitas melalui contoh-contoh yang praktis. Ia lebih berminat menggunkan
pendekatan politis, memang sebenarnya ia lebih ahli dalam bidang politik.
Sumbangan terbesar dari penulis sejarah renaissance yang
muncul untuk pertama kalinya di Italia terletak pada sifat rasional. Hal yang
dulunya dianggap mitos dan theologi, sekarang mereka pelajari secara kritis.
Mereka meneliti buku klasik dan melakukan perbandingan kudian mereka
merekonstruksi kembali sehingga memperoleh hasil yang sempurna.
Penulis sejarah pada masa renaissance yaitu Nicolo
Machiavelli (1469-1527), Francesco Petrach (1304-1474), Francesco Guicciardini
(1483-1540), Leonardo Bruni (1369-1444), Marcantonio Coccio (1436-1506) dan
lain-lain. Mereka dikenal dengan gagasan politiknya dan mereka menyumbangkan
metode kritis dalam perkembangnan historiografi.
Pola perkembangan sejarah terus mengalir sampai abad ke-19.
penulisan sejarah menghasilkan hukum-hukum umum (universal) yang berlaku dalam
semua sejarah manusia. Mereka berusaha mencari dan menemukan faktor tertentu
sebagai kunci untuk menjelaskan sebab-akibat dalam kerangka teori-teori besar
(grand theory), sehingga disebut determinisme sejarah. Maka penulisan
perkembangan sejarah mengacu pada sejarah ilmiah berdasarkan prosedur
motodologis yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian, study sejarah hadir
sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan baru saja dimulai sejak abad
ke-19.
PENULISAN
SEJARAH PADA ABAD 18
Penulisan sejarah (Historiografi) pada abad ke 18 juga
terpengaruh oleh situasi zaman dan kebudayaan yang berkembang pada masa
tersebut. Pada abad ini ditandai semakim berkembangnya kepercayaan pada diri
sendiri, terutama dalam berpikir dan mementingkan kehidupan duniawi.
Rasioanlisme ini Nampak jelas dengan adanya tuntutan manusia untuk menggunakan
logika, berpikir kritis, skeptisis, dan realitifis. Seorang sejarawan abad 18,
Mabillon dalam karyanya On Diplomaties mengemukakan dan mengenalkan kerja penulisan
sejarah dengan menggunakan kritik terhadap sumber sejarah, khususnya kritik
ekstern dalam rangka menemukan autentitas sumber. Oleh karena itu Mabillon
berjasa dalam memulai penggunaan metode kritis dalam sejarah.
Studi Mabillon dimulai dengan meneliti dokumen-dokumen dan
surat perjanjian yang ada di biara Saint Muir. Dalam mengadakan kritik sumber
secara ekstern ini menggunakan ukuran:
1. Gaya penulisan dokumen sesuai tidak dengan zamannya,
2. Bentuk dan format serta bahan yang digunakan sesuai tidak
dengan zamannya,
3.
Identitas, berupa segel-cap dan tanda tangan sesuai tidak dengan dokumen asli
yang sezaman.
Demikianlah jasa Mabillon yang telah memulai dengan
menggunkan metode kritis terhadap sumber. Sedangkan Voltaire (François Marie
Arouet) seorang filsuf Perancis abad ke 18 telah menulis sebuah esai sejarah
yang menolak visi tradisional yang bersumber pada kitab suci, dan
memperjuangkan rasio sebagai interpretasi serah secara teologis. Ia berpendapat
bahwa Tuhan telah menarik diri dalam pengaturan sejarah. Tujuan sejarah
ditentukan oleh akal manusia, akal berperan menentukan jalannya sejarah.
Perkembangan proses sejarah dalam mencapai kebahagiaan itu ditentukan oleh akal
manusia. Pandangan itu merupakan usaha dari Voltaire unntuk membentuk penganut
paham progress yang ditentukan oleh manusia. Dengan demikian ia termasuk
sejarawan yang berpandangan profane dan sekuler, yang hanya mengakui akal
manusia yang dapat menuju kemajuan proses sejarah manusia mencapai masa depan
yang gemilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar