Selasa, 02 Juli 2019

PENULISAN SEJARAH PADA ZAMAN HERODOTUS DAN TUCHYDIDES


Sebelum Herodotus, pengetahuan akan sejarah lampau manusia berkembang mulai dengan: Bentuk lisan (tradisi lisan/oral tradition). Setelah manusia mengenal tulisan, maka manusia mulai mengungkapkan pengetahuan masa lampau melalui tulisan. Pada awalnya manusia masih banyak dipengaruhi oleh bahasa lisan, yang biasanya berbentuk sya’ir atau puisi. Namun apabila ditinjau lebih dalam terdapat perbedaan antara tradisi lisan dengan tulisan yaitu: Dalam tradisi lisan bersifat mitos, emosi, romantis, epos, dan fiksi. Sedangkan tradisi tulisan mulai berkembang ke arah lebih historis, rasional, factual, dan istoria.

Munculnya Herodotus sebagai bapak sejarah tidaklah berdiri sendiri, namun berdasarkan hasil penulisan sejarah sebelumnya. Sebelum Herodotus sudah ada beberapa penulis yang bercorak sejarah, para penulis terdahulu yang merintis adanya penulisan sejarah antara lain: Hellanicus dari Lebsos dan Hecatoous dari Miletus yang menulis Genealogy, dan Dyonysar dari Persia yang telah menulis syair riwayat Persia. Hasil pengembaraan Herodotus ke Asia dan Afrika telah mendorong dirinya untuk menulis sejarah dalam bentuk logographio atau yang dikenal dengan prosa. Perubahan bentuk dari sya’ir ke bentuk prosa inilah yang merupakan jasa besar Herodotus dalam Historografi.
Penulisan sejarah masa kini merupakan kelanjutan dari bentuk prosa warisan Herodotus. Dimulainya penulisan sejarah dengan bentuk logographio ini ternyata sedikit demi sedikit dapat membedakan dari tradisi yang sebelumnya mengandung unsure mistis berubah mendekati rasional. Dalam karyanya yang terkenal yaitu Perang Persia, dapat dikatakan merupakan karya sejarah yang pertama berbentuk prosa, yang di dalamnya memuat secara komprehensif. Namun dalam karyanya juga terdapat mitos yang berkembang pada zamannya. Herodotus dapat dipandang sebagai historiograf yang hidup pada masa transisi, dari tradisi lisan Yunani (masih mengandung epos dan mitos), menuju masa Historiografi yang rasional. Oleh karena itu, gaya penulisannya masih retorik dengan gaya bahasa lisan (oral dictum), di samping secara komprehensif memasukkan segala yang diketahui tanpa adanya seleksi, sehingga masih Nampak epos dan mitosnya. Setelah Herodotus terdapat bapak sejarah kedua yaitu Tuchydides. Tuchydides menulis sejarah The Pelloponessian War, keduanya sudah berbentuk naratif logographio seperti Herodotus. Namun terdapat perbedaan nyata antara kedua sejarawan ini. Tuchydides menulis sejarah kontemporer, di mana ia mengikuti jalannya perang tersebut. Di samping itu ia sudah menggunakan metode sejarah kritis, yang terbatas pada kritik sumbernya. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa dictum ilmiah (bahasa tulisan). Namun dalam penulisannya Tuchydides tidaklah komprehensif seperti Herodotus karena ia menekankan pada masalah politik dan militer serta tokoh-tokoh yang berperan pada masa itu. Oleh karena itu, karya Tuchydides dipandang mendapat pengaruh dari zamannya, terutama unsur politik yang berkembang pada masa itu, sehingga memiliki unsur subjektifitas yang banyak.

PENULISAN SEJARAH PADA ZAMAN YUNANI DAN ROMAWI
Kebudayaan Yunani dan Romawi merupakan akar dari kebudayaan Eropa. Kebudayaan Yunani dan Romawi memiliki perbedaan yang prinsipil namun memiliki hubungan yang erat. Yunani sebagai Negara kota (Polis State) dengan demokrasi langsungnya telah menumbuhkan kebebasan yang mendorong kreatifitas berpikir (rukhaniah). Sedangkan Romawi lebih mengutamakan fisik karena untuk menopang luasnya imperium mereka, salah satunya dengan militerisme yang kuat. Walaupun Yunani merupakan bagian dari imperium Romawi, namun orang Romawi menggunakan orang-orang Yunani untuk mendidik generasi mudanya. Jika diukur dengan kemajuan peradaban manusia, maka bangsa Romawi lebih cenderung dalam hal fisik, sedangkan Yunani dalam hal rukhaniah. Dengan demikian kebudayaan Yunani jauh lebih tinggi dibandingkan kebudayaan Romawi.
Dalam Historiografi, Yunani lebih bebas berkarya dalam menentukan tema-temanya. Di dalam Historiografi Romawi pada umumnya menunjukkan sifat patriotic (menunjukkan kegemilangan imperium Romawi) dan mengandung imajinasi. Sejarawan Romawi sebagai contoh ialah Titus Livius dan Plutarch. Titus Livius (lahir 59 SM) terkenal dengan karyanya History of Rome, yang menggambarkan tentang kebesaran Romawi. Namun, ia juga tergugah nuraninya untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya di Romawi (kekejaman, penyiksaan, gladiator, dsb). Ia juga sejarawan yang pertama menggunakan imajinasi dalam mengungkapkan eksplanasi sejarah. penggunaan imajinasi tersebut ternyata menarik minat pembaca. Plutarch (lahir 45 SM), terkenal sebagai penulis biografi. Biografi adalah jenis historiografi yang mengambil objek riwayat hidup.
Dengan membaca biografi, orang dapat menikmati adanya refleksi hidup seseorang. Plutarch menetapkan beberapa kelompok besar dalam biografi, yaitu: kelahiran, keluarga, pendidikan, karakter, dankarier seseorang. Beberapa karyanya yaitu: Biografi Mark Anthony, Marcellus, dll.
Polybius, merupakan salah satu historiografi Romawi. Dalam penulisannya ia memuat adanya konsep bentuk Negara yang silih berganti yang dialami oleh elite birokrasi. Konsep dari ia adalah “bentuk Negara akan silih berganti menuruti siklus yang bergerak, pertama monarki-oligarki-aristokrasi-berkembang menjadi demokrasi-muncul anarki-kembali lagi monarki. Bila diamati siklus ini merupakan hasil pengamatan sejarawan pada kondisi zamannya. Bila kita amati, ketiga sejarwan tersebut mendapat pengaruh dari situasi yang berkembang pada zamannya. Namun, ketiganya memiliki garapan dan pandangan yang berbeda. Livius lebih mengemukakan sejarah secara komprehensif, Plutarch lebih kepada penulisan biografi, dan Polybius lebih menonjolkan konsep yang berkembang pada zamannya.

PENULISAN SEJARAH PADA ABAD PERTENGAHAN
Historiografi abad Pertengahan tidak luput juga dari pengaruh kebudayaan dalam kehidupan para sejarawan masa itu. Hal tersebut tampak dalam menentukan periodesasi yang disesuaikan dengan Injil, dan jalannya sejarah secara liner (Eschatologis) menuju ke hari kemudian. Di samping itu terdapat pandangan bahwa sejarah tidak ditentukan oleh manusia namun ditentukan oleh Tuhan (God Providente). Agar lebih memahami Historiogarfi abad pertengahan, ada baiknya mengetahui kehidupan dari St. Augustine. St. Augustine (354-430 M) hidup pada masa peralihan zaman klasik menuju zaman pertengahan sehingga ia dijuluki Historiograf yang mempunyai dua pijakan kaki, satu di zaman klasik, satu lagi di zaman pertengahan. Augustinus berpendapat bahwa prosesdialektis, pertentangan kebenaran dan kesalahan, yang berakhir dengan kemenangan kebenaran. Hal ini digambarkan pada karyanya Civitas Dei dalam buku ini digambarkan pertentangan antara Civitas Terrena (kerajaan dunia) dengan Civitas Dei (kerajaan surga), dan kerajaan sorgalah yang menang. Hal ini dimaksudkan sebagai penyelamatan manusia yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian, segala proses sejarah di bawah pimpinan dan perencanaan Tuhan. Dalam Chronicle or History of Two Cities, Otto von Freising seorang sejarawan Jerman abad X (1113 M) terlihat jelas zeitgeist abad pertengahan. Di dalamnya mengemuka idea Theologis dan Theleologis. Idea Theologis menyebutkan bahwa proses sejarah manusia pada mulanya banyak mendapat kesengsaraan, kemudian berkat bimbingan Tuhan, manusia mendapat keselamatan. Sedangkan idea Theleologis, menyebutkan proses sejarah manusia berlansung secara linier, yang berakhir pada alam baka (akhirat). Sedangkan sejarawan Hugo von Saint Victor (1096-1141 M) mempunyai pandangan bahwa sejarah berpusat pada Kristus. Oleh karena itu untuk mengetahui sejarah hanyalah dapat ditemukan di dalam rahasia iman. Hugo juga membagi periodesasi sejarah yaitu:
1. Periode Hukum Alam,
2. Periode Hukum Positif (berasal dari Nabi Musa A.S.),
3. Periode Hukum Rahmat (manusia mendapat rahmat dari roh kudus).
Joachim vonFiore (1145-1202 M) mempunyai pandangan bahwa sejarah merupakan cerminan rahmat karunia Tuhan di dalam kemanusiaan. Von Fiore menetapkan periodesasi sejarah yaitu: Periode Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Di mana ketiga periode tersebut bertujaun akhir yaitu kemulyaan surga.

PENULISAN SEJARAH PADA ZAMAN RENAISSANCE
Penulisan sejarah (Historiografi) pada zaman Renaissance juga terpengaruh oleh situasi zaman dan kebudayaan yang berkembang pada masa itu. Oleh karena itu pandangan sejarah pada masa itu adalah perubahan dari Theosentrisme ke Antrhoposentrisme. Pandangan sejarah pada zaman ini mengatakan, bahwa perjalanan sejarah sangat ditentukan oleh manusia, bukan atas perantaraan Tuhan. Sebagai contoh ialah karya dari Niccolo Machhiavelli yang berjudul History of Florence (Sejarah Florence) yang berjumlah delapan jilid. Dalam karya tersebut ia menulis secara empiris dan mengungkapkan kenyataan yang pernah dialami. Digambarkan adanya konflik kekuasaan bangsawan, konflik antar bangsawan dan rakyat, dan kehancuran Italia akaibat intervensi asing (barbar). Machiavelli berpendapat, bahwa fungsi sejarah adalah sebagai bahan pengajar moralitas melalui contoh-contoh yang praktis. Ia lebih berminat menggunkan pendekatan politis, memang sebenarnya ia lebih ahli dalam bidang politik.
Sumbangan terbesar dari penulis sejarah renaissance yang muncul untuk pertama kalinya di Italia terletak pada sifat rasional. Hal yang dulunya dianggap mitos dan theologi, sekarang mereka pelajari secara kritis. Mereka meneliti buku klasik dan melakukan perbandingan kudian mereka merekonstruksi kembali sehingga memperoleh hasil yang sempurna.
Penulis sejarah pada masa renaissance yaitu Nicolo Machiavelli (1469-1527), Francesco Petrach (1304-1474), Francesco Guicciardini (1483-1540), Leonardo Bruni (1369-1444), Marcantonio Coccio (1436-1506) dan lain-lain. Mereka dikenal dengan gagasan politiknya dan mereka menyumbangkan metode kritis dalam perkembangnan historiografi.
Pola perkembangan sejarah terus mengalir sampai abad ke-19. penulisan sejarah menghasilkan hukum-hukum umum (universal) yang berlaku dalam semua sejarah manusia. Mereka berusaha mencari dan menemukan faktor tertentu sebagai kunci untuk menjelaskan sebab-akibat dalam kerangka teori-teori besar (grand theory), sehingga disebut  determinisme sejarah. Maka penulisan perkembangan sejarah mengacu pada sejarah ilmiah berdasarkan prosedur motodologis yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian, study sejarah hadir sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan baru saja dimulai sejak abad ke-19.

PENULISAN SEJARAH PADA ABAD 18
Penulisan sejarah (Historiografi) pada abad ke 18 juga terpengaruh oleh situasi zaman dan kebudayaan yang berkembang pada masa tersebut. Pada abad ini ditandai semakim berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, terutama dalam berpikir dan mementingkan kehidupan duniawi. Rasioanlisme ini Nampak jelas dengan adanya tuntutan manusia untuk menggunakan logika, berpikir kritis, skeptisis, dan realitifis. Seorang sejarawan abad 18, Mabillon dalam karyanya On Diplomaties mengemukakan dan mengenalkan kerja penulisan sejarah dengan menggunakan kritik terhadap sumber sejarah, khususnya kritik ekstern dalam rangka menemukan autentitas sumber. Oleh karena itu Mabillon berjasa dalam memulai penggunaan metode kritis dalam sejarah.
Studi Mabillon dimulai dengan meneliti dokumen-dokumen dan surat perjanjian yang ada di biara Saint Muir. Dalam mengadakan kritik sumber secara ekstern ini menggunakan ukuran:
1. Gaya penulisan dokumen sesuai tidak dengan zamannya,
2. Bentuk dan format serta bahan yang digunakan sesuai tidak dengan zamannya,
3. Identitas, berupa segel-cap dan tanda tangan sesuai tidak dengan dokumen asli yang sezaman.
Demikianlah jasa Mabillon yang telah memulai dengan menggunkan metode kritis terhadap sumber. Sedangkan Voltaire (François Marie Arouet) seorang filsuf Perancis abad ke 18 telah menulis sebuah esai sejarah yang menolak visi tradisional yang bersumber pada kitab suci, dan memperjuangkan rasio sebagai interpretasi serah secara teologis. Ia berpendapat bahwa Tuhan telah menarik diri dalam pengaturan sejarah. Tujuan sejarah ditentukan oleh akal manusia, akal berperan menentukan jalannya sejarah. Perkembangan proses sejarah dalam mencapai kebahagiaan itu ditentukan oleh akal manusia. Pandangan itu merupakan usaha dari Voltaire unntuk membentuk penganut paham progress yang ditentukan oleh manusia. Dengan demikian ia termasuk sejarawan yang berpandangan profane dan sekuler, yang hanya mengakui akal manusia yang dapat menuju kemajuan proses sejarah manusia mencapai masa depan yang gemilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan....