
Gambar: pixbay
Kembali, aku hanya bisa menunggu. menunggu kamu mengerti lewat mata ini bahwa aku menyukaimu. Atau menunggu waktu yang tepat untukku mengatakan semuanya.
Kamu tau, apa hal yang membuatku lelah dalam penantian ini? Ketika aku rindu namun tak dapat menyapamu. Aku yang notabenenya bukan siap-siapamu tentu tidak memiliki hak atas waktumu. waktu-waktu sibukmu yang terlihat menakutkan untukku. Kesibukan yang telah mengambil seluruh waktu hingga tak tersisa sekedar menyapa. Jangankan menyapa, sekedar lewat melihat ceritaku pun sudah tak sempat. Tapi, aku bisa apa? Aku terlalu takut mengusik sibukmu, meski seringkali rindu tak dapat diajak bernegoisasi.
Sebenarnya, aku ingin terus menyapamu. Bercerita mengenai hal yang terlewati atau sekedar tau bagaimana kabarmu tanpa harus kau tau perihal rinduku. Mendengar resahmu dan dapat mengatakan semangat untuk apa yang kau usahakan. Aku ingin menemani proses perjuanganmu. Namun, sekali lagi, aku siapa? Aku toh bukan siapa-siapamu. Aku punya hak apa? Aku tak memiliki nyali untuk melakukan itu, sekedar menyapamu saja sudah canggung aku lakukan saat ini.
Sebenarnya, aku ingin terus menyapamu. Bercerita mengenai hal yang terlewati atau sekedar tau bagaimana kabarmu tanpa harus kau tau perihal rinduku. Mendengar resahmu dan dapat mengatakan semangat untuk apa yang kau usahakan. Aku ingin menemani proses perjuanganmu. Namun, sekali lagi, aku siapa? Aku toh bukan siapa-siapamu. Aku punya hak apa? Aku tak memiliki nyali untuk melakukan itu, sekedar menyapamu saja sudah canggung aku lakukan saat ini.
Inilah aku, gadis lemah yang terpasung rasa. Tak memiliki nyali untuk mengungkapkannya. Gadis rapuh yang hanya bisa menunggu dan menanti. Inilah aku dengan rinduku. Rindu yang mendalam namun tak terucap. Rindu yang seakan berlahan mati dalam sunyi. Namun tidak. Aku hanya menyimpannya namun tidak menguburnya. Tidak ada yang salah dengan rindu ini. Dia murni hadir atas rasa yang ada. Sungguh tak adil jika aku mendeskriminasikan rindu atas rasa yang tak terucap.
Namun, sering pula aku menyadari bahwa rindu ini bagaikan candu. Dia membuatku selalu ingin tau tentangmu. Mencari tahu perihalmu, meski sebenarnya hadirku seperti nun mati diantara idgam bilagunnah. Tentu kamu tak pernah merasa bahwa aku ada. Aku dengan seluruh rasa penasaranku tentangmu. Tuhan, ampuni aku yang merindukan makhlukmu.
Biarkan aku dalam penantian ini dengan do’a untuk mengisi waktu panjang itu. Mungkin aku tak memiliki nyali untuk mengatakan aku suka kamu tapi di hadapan Tuhanku, aku dengan begitu lugasnya memintamu. Apa aku terlalu naif melakukan hal ini? Hanya ini caraku. Ya, do’a adalah caraku menemani perjuanganmu tanpa harus mengusik waktumu.
Semoga sibukmu akan berbuah keberhasilan, lelahmu akan berbalas kesuksesan, dan setiap langkahmu selalu dalam lindungan Tuhan. Aku mendo’akanmu sekaligus merindukanmu.
Tertulis pada waktu yg tidak sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar