Sebagai pelajar/mahasiswa, ujian adalah ritual rutin yang selalu terlewati setiap semesternya. Bahkan sekarang menjadi per setengah semester, karena adanya ujian tengah semester atau yang sering disebut mid semester. Dari duduk di bangku Sekolah dasar (SD) sampai duduk di bangku perkuliahan, ujian selalu akrab bagi seorang pelajar/mahasiswa hanya berbeda waktu dan statusnya, sepertinya pelaksanaannya juga berbeda. Ujian, katanya sih untuk menguji materi-materi yang telah diajarkan. Untuk melihat batas pencapaian indikator materi dan untuk mengetahui sampai sebatas mana pemahaman penerima materi, dan nantinya setelah selesai ujian, nilai akan direkap dan dilaporkan dalam sebuah raport hasil belajar (bagi siswa) atau di sebuah sistem laporan akademik (bagi mahasiswa). Ah, apapun namanya itu, toh tujuannya sama juga kan, yaitu melaporkan hasil ujian. Sebenarnya nilai-nilai yang tertera tidak 100% hasil ujian namun juga merupakan rangkuman dari berbagai nilai selama 1 semster tersebut.
Berbicara mengenai ujian, ada sebuah fenomena unik dalam pelaksanaan ujian tersebut. Yang awalnya pendiam akan menjadi semakin pendiam atau malah akan berubah menjadi makhluk tersosial yang pernah ada. Semakin pendiam karena stres memikirkaan ujian, dan yang berubah karena sedang membangun silaturahmi untuk membantu ketika ujian. Yang awalnya sombong, pada saat ujian bisa berubah menjadi makhluk teramah sedunia. Menebar senyum kepada sesama, membangun link dengan teman sekelas, dan mendekati para kutu buku di kelas meski pada awalnya kenal pun seakan tidak. Sedikit-sedikit post mengenai “pentingnya saling tolong menolong”, mengikrarkan “kita adalah team” dan mendengung-dengungkan “team work class”. Namanya juga usaha.
Fenomena lain yang sering terjadi ketika musim ujian ialah status sosial tempat duduk. Jika diperhatikan di kelas yang tempat duduk ujian tidak ditentukan, maka sudah dapat dipastikan tempat duduk yang berada di belakang akan menjadi tempat favorite dan pastinya akan menjadi tempat yang paling terisi penuh terlebih dahulu. Bahkan sampai mendapat julukan tempat VIP ketika ujian. Menepati urutan kedua, tempat yang berada di pojok-pojok, yang pastinya lepas dari pengawasan guru/dosen. Jika perlu, sebuah tempat gaib akan diciptakan agar dapat telepas dari mata elang seorang pengawas ujian (kesannya horor).
Sepertinya terjadi kerepotan jika menggabungkan pembahasan antara pelajar dan mahasiswa. Guru atau dosen. Lebih baik jika dibuat spesifik saja. Baiklah untuk penulisan kali ini kita akan mengupas fenomena ujian di kalangan mahasiswa (karena penulis sedang dalam status mahasiswa). Di ranah mahasiswa, ujian hampir mirip dengan ujian pada waktu SMA. Mirip bukan berarti sama, namun mirip dalam waktu pelaksaaan, yaitu persemester dan ditambah persetengah semester. Untuk soal sendiri tidak ada cerita soal pilihan ganda seperti soal ujian anak sekolah. Semua dalam bentuk essai, analisis, dan penjelasan. Jika pada waktu sekolah dulu, kalau sudah tidak tau jawabannya, pasti akan keluar jurus “cap cip cup kembang kuncup”, maka untuk di tingkat kuliah tidak bisa dilakukan. Jurus penolong hanya ada 2, jika tidak mengarang bebas ya mengosongkan lembar jawaban.
Teringat ketika masih berstatus siswa. Ketika ujian, banyak saja tingkah teman-teman dalam mempersiapkan ujian. Dari yang memang benar-benar belajar dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian sampai yang tetap bersantai ria seakan lupa kalau akan ujian. Pada saat pelaksanaan, ada lagi hal yang selalu menjadi tradisi rutin ketika ujian. Yakni kode jawaban. Karena soal dalam bentuk pilihan ganda, maka kode ini disesuaikan dengan jumlah abjad yang menjadi pilihan gandanya. Biasanya untuk tingkat SMA itu pilihan gandanya antara A sampai E, tingkat SMP itu A sampai D, dan untuk tingkat SD A sampai D (untuk kelas 5 dan 6), A sampai C (untuk kelas dibawah kelas 5). Dan biasanya bisa dikodekan dalam bentuk jari atau bagian wajah. Jari 1 untuk A, jari 2 untuk B, dan seterusnya sampai jari 5 untuk pilihan E. Atau jika dengan anggota wajah, dimulai dari yang paling atas. Jadi kepala (kening) untuk pilihan A, hidung artinya B, mulut itu C, dagu D, dan di bawah dagu berarti E. Dan masih banyak ;agi kode-kode yang telah ditemukan pada saat ujian. Sayang sekali kode tersebut tidak dibakukan sebagai kode resmi ketika ujian bahkan sampai sekarang belum ada yanng mengetaui siapa penemu atau pencipta dari kode-kode legendaris tersebut.
Selain kode-kode unik yang berkaitan dengan jawaban, adalagi hal unik yang terjadi ketika ujian. Yakni mantra yang hanya ada ketika ujian. Mantra ini biasanya digunakan ketika sudah buntu tidak mendapat jawaban dari otak sendiri ataupun otak tetangga kanan-kiri (teman). Seperti yang sudah disinggung diatas, akan ada mantra “cap cip cup kembang kuncup”. Ntah apa maksud dari mantra ini, tapi yang jelas penulis pernah menggunakan mantra ini ketika sudah tidak tau hendak menjawab apa. Cara penggunaan mantra ini cukup mudah. Hitungan dimulai dengan pilihan A kemudian sambil mengucapkan mantra, tangan bergerak secara beraturan ke pilihan B,C,D, dan E. Nantinya di pilihan mana jari berhenti maka itulah jawaban yang akan dipilih. Penulis sendiri biasanya menambahkan mantra lanjutan berupa “cap cip cup kembang kuncup, mana yang aku pilih itulah yang betul”. Untuk kebenaran jawabannya masih dipertanyaakan. Dan mantra ini juga beragam. Hampir setiap orang (siswa) memiliki mantra masing-masing ketika ujian. Mungkin juga kamu. Iya kamu
Dulu, ada satu teman yang menceritakan pengalamannya ketika ujian, kebetulan soalnya sulit dan pengawasnya juga killer, kelar dah hidup lo. Dia bercerita karena sudah terlalu buntu dan tidak tau mau menyilang pillihan yang mana, akhirnya dia pasrah menunggu ilham dari Tuhan. Mengharapkan keajaiban turun dari langit. Sampai-sampai dia berkata,”aku tadi lihat tu pilihan jawaban, mana yang bersinar maka itulah yang aku pilih”. Wah kesannya seolah memang dapat ilham ya. Yang buat penulis penasaran waktu itu adalah kata “bersinar”. Bersinar seperti apa yang dimaksud dan warna dari sinar itu juga seperti apa. Ah sudahlah. Tidak penting.
Sepertinya sudah cukup aku bernostalgia dengan masa-masa ujian ketika masih berstatus siswa. Sekarang penulis telah menjadi mahasiswa, maka hal-hal seperti diatas sudah tidak dapat dilakukan lagi. pada saat kuliah, soal itu lebih kepada pemahaman kepada materi yang diajarkan. Bahkan terkadang meskipun diperbolehkan open book, namun jawaban tetap tidak ditemukan. Ya wajar saja, karena di awal soal ada kalimat, “Jelaskan menurut pendapat saudara....” atau “Menurut pandangan anda......”. mau dibolak balik itu buku ya tetap saja tidak nemu. Ditambah otak yang buntu, maka yang jadi jalan keluar adalah “mengarang bebas”. Ntah karang itu akan diterima tau tidak, setidaknya sudah berusaha.
Bercerita mengenai mengarang bebas ketika ujian, tentu hal ini hanya dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan jurusan soshum (sosial humaniora) yang menuntut penjabaran dan pemahaman melihat suatu peristiwa di sekitar. Trik ini mungkin tidak berlaku untuk mahasiswa saintek (sains dan teknologi) dikarenakan mereka harus sesuai dengan kaidah rumus yang ada (sekali lagi ini mungkin). Seringkali ketika dilaksanakannya ujian, maka akan bermunculan pengarang-pengarang handal yang memiliki imajinasi luar biasa (khususnya pengalaman pribadi penulis). Sayang sekali, penjelasan yang diminta terkadang tak membutuhkan imajinasi tersebut. Jadilah sebuah maha karya yang tak berguna karena tak kebagian nilai untuk sekedar menaikkah IP. Duh, sedihnya (mewek, sambil makan beng-beng di pojokan).
Ujian, sebuah tradisi yang pasti akan dialami oleh mereka yang sedang melakukan atau menjalani pendidikan. Semua orang yang pernah nyicip (serasa makanan) pendidikan tentu tak asing dengan kata ini. Bahkan dalam kehidupan pun dikenal istilah ujian, namun tentu konteksnya berbeda meski sedikit sama maknanya. Tentu pula, pembaca tidak akan asing dengan singkatan “SKS” atau versi panjangnya Sistem Kebut Semalam. SKS ini semacam budaya yang dilakukan pelajar (termasuk mahasiswa) ketika besok ujian dan mala mini baru membuka buku untuk belajar. Dan ternyata SKS model ini masih dapat dikatakan lumayan usahanya, dikarenakan sekarang telah berkembang perluasan makna SKS. Sekarang, SKS tidak hanya singkatan dari Sistem Kebut Semalam, namun telah bergeser menjadi Sistem Kebut Subuh, bahkan sudah pula dikenal dengan Sistem Kebut Sekejap. Sepertinya kemajuan teknologi yang memudahkan dan menghemat waktu ikut pula mempengaruhi budaya belajar yang semakin pendek waktunya. Jika mengirim pesan ke luar negeri tak butuh waktu lama, begitu pula dengan waktu belajar menghadapi ujian.
Sebenarnya, aku menulis hal ini dengan sedikit kesedihan melihat beberapa fenomena yang terjadi di sekitar (penulis). Bagaimana ujian dapat tercapai tujuannya jika masih terdapat kecurangan di dalamnya (tradisi mencontek yang masih ada) dan cara belajar yang tak seharusnya. Seorang yang jenius sekalipun, belum tentu dapat mengingat dalam waktu singkat. Dan lebih mirisnya lagi ketika beberapa orang hanya melihat sebuah pencapaian dari angka-angka yang tertulis di selembar kertas yang bernama “Ijazah”. Padahal ada beberapa indikator yang dapat dilihat sebagai bentuk pencapaian selain hanya sekedar selembar ijazah.
Sepertinya dicukupkan sampai disini ulasan mengenai ujian. Tentu tulisan ini tak berkaitan dengan “apa itu ujian?”, Tips Sukses Ujian, atau Cara Menghadapi Ujian. Tulisan ini hanya sekedar gambaran kecil mengenai fenomena ujian yang terjadi di sekitar kita (khusunya di sekitar penulis). Mungkin cerita “ujian”mu lebih menarik dan ekstrim?
Note: Tulisan ini dibuat ketika penulis masih berstatus mahasiswa semester muda
Berbicara mengenai ujian, ada sebuah fenomena unik dalam pelaksanaan ujian tersebut. Yang awalnya pendiam akan menjadi semakin pendiam atau malah akan berubah menjadi makhluk tersosial yang pernah ada. Semakin pendiam karena stres memikirkaan ujian, dan yang berubah karena sedang membangun silaturahmi untuk membantu ketika ujian. Yang awalnya sombong, pada saat ujian bisa berubah menjadi makhluk teramah sedunia. Menebar senyum kepada sesama, membangun link dengan teman sekelas, dan mendekati para kutu buku di kelas meski pada awalnya kenal pun seakan tidak. Sedikit-sedikit post mengenai “pentingnya saling tolong menolong”, mengikrarkan “kita adalah team” dan mendengung-dengungkan “team work class”. Namanya juga usaha.
Fenomena lain yang sering terjadi ketika musim ujian ialah status sosial tempat duduk. Jika diperhatikan di kelas yang tempat duduk ujian tidak ditentukan, maka sudah dapat dipastikan tempat duduk yang berada di belakang akan menjadi tempat favorite dan pastinya akan menjadi tempat yang paling terisi penuh terlebih dahulu. Bahkan sampai mendapat julukan tempat VIP ketika ujian. Menepati urutan kedua, tempat yang berada di pojok-pojok, yang pastinya lepas dari pengawasan guru/dosen. Jika perlu, sebuah tempat gaib akan diciptakan agar dapat telepas dari mata elang seorang pengawas ujian (kesannya horor).
Sepertinya terjadi kerepotan jika menggabungkan pembahasan antara pelajar dan mahasiswa. Guru atau dosen. Lebih baik jika dibuat spesifik saja. Baiklah untuk penulisan kali ini kita akan mengupas fenomena ujian di kalangan mahasiswa (karena penulis sedang dalam status mahasiswa). Di ranah mahasiswa, ujian hampir mirip dengan ujian pada waktu SMA. Mirip bukan berarti sama, namun mirip dalam waktu pelaksaaan, yaitu persemester dan ditambah persetengah semester. Untuk soal sendiri tidak ada cerita soal pilihan ganda seperti soal ujian anak sekolah. Semua dalam bentuk essai, analisis, dan penjelasan. Jika pada waktu sekolah dulu, kalau sudah tidak tau jawabannya, pasti akan keluar jurus “cap cip cup kembang kuncup”, maka untuk di tingkat kuliah tidak bisa dilakukan. Jurus penolong hanya ada 2, jika tidak mengarang bebas ya mengosongkan lembar jawaban.
Teringat ketika masih berstatus siswa. Ketika ujian, banyak saja tingkah teman-teman dalam mempersiapkan ujian. Dari yang memang benar-benar belajar dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian sampai yang tetap bersantai ria seakan lupa kalau akan ujian. Pada saat pelaksanaan, ada lagi hal yang selalu menjadi tradisi rutin ketika ujian. Yakni kode jawaban. Karena soal dalam bentuk pilihan ganda, maka kode ini disesuaikan dengan jumlah abjad yang menjadi pilihan gandanya. Biasanya untuk tingkat SMA itu pilihan gandanya antara A sampai E, tingkat SMP itu A sampai D, dan untuk tingkat SD A sampai D (untuk kelas 5 dan 6), A sampai C (untuk kelas dibawah kelas 5). Dan biasanya bisa dikodekan dalam bentuk jari atau bagian wajah. Jari 1 untuk A, jari 2 untuk B, dan seterusnya sampai jari 5 untuk pilihan E. Atau jika dengan anggota wajah, dimulai dari yang paling atas. Jadi kepala (kening) untuk pilihan A, hidung artinya B, mulut itu C, dagu D, dan di bawah dagu berarti E. Dan masih banyak ;agi kode-kode yang telah ditemukan pada saat ujian. Sayang sekali kode tersebut tidak dibakukan sebagai kode resmi ketika ujian bahkan sampai sekarang belum ada yanng mengetaui siapa penemu atau pencipta dari kode-kode legendaris tersebut.
Selain kode-kode unik yang berkaitan dengan jawaban, adalagi hal unik yang terjadi ketika ujian. Yakni mantra yang hanya ada ketika ujian. Mantra ini biasanya digunakan ketika sudah buntu tidak mendapat jawaban dari otak sendiri ataupun otak tetangga kanan-kiri (teman). Seperti yang sudah disinggung diatas, akan ada mantra “cap cip cup kembang kuncup”. Ntah apa maksud dari mantra ini, tapi yang jelas penulis pernah menggunakan mantra ini ketika sudah tidak tau hendak menjawab apa. Cara penggunaan mantra ini cukup mudah. Hitungan dimulai dengan pilihan A kemudian sambil mengucapkan mantra, tangan bergerak secara beraturan ke pilihan B,C,D, dan E. Nantinya di pilihan mana jari berhenti maka itulah jawaban yang akan dipilih. Penulis sendiri biasanya menambahkan mantra lanjutan berupa “cap cip cup kembang kuncup, mana yang aku pilih itulah yang betul”. Untuk kebenaran jawabannya masih dipertanyaakan. Dan mantra ini juga beragam. Hampir setiap orang (siswa) memiliki mantra masing-masing ketika ujian. Mungkin juga kamu. Iya kamu
Dulu, ada satu teman yang menceritakan pengalamannya ketika ujian, kebetulan soalnya sulit dan pengawasnya juga killer, kelar dah hidup lo. Dia bercerita karena sudah terlalu buntu dan tidak tau mau menyilang pillihan yang mana, akhirnya dia pasrah menunggu ilham dari Tuhan. Mengharapkan keajaiban turun dari langit. Sampai-sampai dia berkata,”aku tadi lihat tu pilihan jawaban, mana yang bersinar maka itulah yang aku pilih”. Wah kesannya seolah memang dapat ilham ya. Yang buat penulis penasaran waktu itu adalah kata “bersinar”. Bersinar seperti apa yang dimaksud dan warna dari sinar itu juga seperti apa. Ah sudahlah. Tidak penting.
Sepertinya sudah cukup aku bernostalgia dengan masa-masa ujian ketika masih berstatus siswa. Sekarang penulis telah menjadi mahasiswa, maka hal-hal seperti diatas sudah tidak dapat dilakukan lagi. pada saat kuliah, soal itu lebih kepada pemahaman kepada materi yang diajarkan. Bahkan terkadang meskipun diperbolehkan open book, namun jawaban tetap tidak ditemukan. Ya wajar saja, karena di awal soal ada kalimat, “Jelaskan menurut pendapat saudara....” atau “Menurut pandangan anda......”. mau dibolak balik itu buku ya tetap saja tidak nemu. Ditambah otak yang buntu, maka yang jadi jalan keluar adalah “mengarang bebas”. Ntah karang itu akan diterima tau tidak, setidaknya sudah berusaha.
Bercerita mengenai mengarang bebas ketika ujian, tentu hal ini hanya dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan jurusan soshum (sosial humaniora) yang menuntut penjabaran dan pemahaman melihat suatu peristiwa di sekitar. Trik ini mungkin tidak berlaku untuk mahasiswa saintek (sains dan teknologi) dikarenakan mereka harus sesuai dengan kaidah rumus yang ada (sekali lagi ini mungkin). Seringkali ketika dilaksanakannya ujian, maka akan bermunculan pengarang-pengarang handal yang memiliki imajinasi luar biasa (khususnya pengalaman pribadi penulis). Sayang sekali, penjelasan yang diminta terkadang tak membutuhkan imajinasi tersebut. Jadilah sebuah maha karya yang tak berguna karena tak kebagian nilai untuk sekedar menaikkah IP. Duh, sedihnya (mewek, sambil makan beng-beng di pojokan).
Ujian, sebuah tradisi yang pasti akan dialami oleh mereka yang sedang melakukan atau menjalani pendidikan. Semua orang yang pernah nyicip (serasa makanan) pendidikan tentu tak asing dengan kata ini. Bahkan dalam kehidupan pun dikenal istilah ujian, namun tentu konteksnya berbeda meski sedikit sama maknanya. Tentu pula, pembaca tidak akan asing dengan singkatan “SKS” atau versi panjangnya Sistem Kebut Semalam. SKS ini semacam budaya yang dilakukan pelajar (termasuk mahasiswa) ketika besok ujian dan mala mini baru membuka buku untuk belajar. Dan ternyata SKS model ini masih dapat dikatakan lumayan usahanya, dikarenakan sekarang telah berkembang perluasan makna SKS. Sekarang, SKS tidak hanya singkatan dari Sistem Kebut Semalam, namun telah bergeser menjadi Sistem Kebut Subuh, bahkan sudah pula dikenal dengan Sistem Kebut Sekejap. Sepertinya kemajuan teknologi yang memudahkan dan menghemat waktu ikut pula mempengaruhi budaya belajar yang semakin pendek waktunya. Jika mengirim pesan ke luar negeri tak butuh waktu lama, begitu pula dengan waktu belajar menghadapi ujian.
Sebenarnya, aku menulis hal ini dengan sedikit kesedihan melihat beberapa fenomena yang terjadi di sekitar (penulis). Bagaimana ujian dapat tercapai tujuannya jika masih terdapat kecurangan di dalamnya (tradisi mencontek yang masih ada) dan cara belajar yang tak seharusnya. Seorang yang jenius sekalipun, belum tentu dapat mengingat dalam waktu singkat. Dan lebih mirisnya lagi ketika beberapa orang hanya melihat sebuah pencapaian dari angka-angka yang tertulis di selembar kertas yang bernama “Ijazah”. Padahal ada beberapa indikator yang dapat dilihat sebagai bentuk pencapaian selain hanya sekedar selembar ijazah.
Sepertinya dicukupkan sampai disini ulasan mengenai ujian. Tentu tulisan ini tak berkaitan dengan “apa itu ujian?”, Tips Sukses Ujian, atau Cara Menghadapi Ujian. Tulisan ini hanya sekedar gambaran kecil mengenai fenomena ujian yang terjadi di sekitar kita (khusunya di sekitar penulis). Mungkin cerita “ujian”mu lebih menarik dan ekstrim?
Note: Tulisan ini dibuat ketika penulis masih berstatus mahasiswa semester muda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar