Senin, 06 Juli 2020

KASIH TAK TERLARAI, Novel Melayu

(Sumber: Screenshoot Cover)

Novel “kasih Tak Terlarai” karya Suman Hasibuan atau lebih dikenal dengan Suman Hs merupakan novel cinta yang menceritakan kisah cinta yang tak direstui pihak keluarga perempuan. Diceritakan di novel mengenai seorang bujang bernama Taram yang menyukai kembang kampungnya yang bernama Nurhaida. Nurhaida adalah primadona di kampung Taram, kecantikannya terkenal diseluruh penjuru kampung, dan tak sedikit orang yang telah datang meminang. Namun ayah Nurhaida adalah tipe ayah yang tinggi hati dan pemilih dalam mencari pasangan untuk anak gadisnya. Setiap lamaran yang datang selalu ditolak dengan alasan tidak sepadan dengan keluarganya. Begitu juga yang terjadi dengan lamaran si Taram. Meski si Taram merupakan anak kepala kampung, namun lamaran Taram dienyahkan karena ternyata si Taram hanya anak angkat kepala kampung. Padahal cinta Taram tak pula bertepuk sebelah tangan. “Bagaimana di hatimu, begitu pula di hatiku.” begitu kata Nurhaida untuk Taram. Tapi apa hendak dikata ketika salah satu pihak orang tua tidak setuju. Dalam kenekatan akhirnya Taram dan Nurhaida memutuskan untuk kawin lari, pergi ke Singapura dan menikah disana.

Kisah keduanya tak selesai begitu sampai di Singapura. Di tahun ketiga mereka tinggal di Singapura, keberadaan mereka akhirnya diketahui oleh orang kampungnya. Tak lama datang utusan dari keluarga Nurhaida untuk mengajak Nurhaida pulang ke kampung. Dengan bumbu-bumbu cerita indah mengenai kampung yang membuat rindu Nurhaida terhadap kampungnya menjadi tak tebendung. Dengan nekat, Nurhaida pulang ke kampungnya tanpa memberi tahu Taram.

Kembalinya Nurhaida ke kampungnya menimbulkan gempar. Nurhaida kembali menjadi kembang desa di kampung tersebut. Meski tidak gadis namun kecantikannya tak berubah. Dan si Taram juga tak kunjung menyusul Nurhaida ke kampung tersebut. Hingga kemudian disahkan status janda Nurhaida di kampung tersebut. Lamaran untuknya kembali berdatangan. Namun Ayah Nurhaida masih dengan sifat lamanya. Sangat pemilih dan tinggi hati.

Suatu hari di kampung tersebut berlabuh sebuah kapal milik orang Arab. Orang Arab tersebut berniaga obat-obatan di kampung tersebut. Selain berniaga obat-obatan, kiranya keilmuan agama orang Arab tersebut amat mumpuni hingga kemudian dijadikan guru ngaji di kampung tersebut. Orang Arab tersebut sangat populer di kampung tersebut. Dan karenanya Ayah Nurhaida sudi menjodohkan Nurhaida dengan orang Arab tersebut. Namun orang Arab tersebut ternyata …. (jreng jreng jreng).

Ending dirahasiakan untuk menghargai rasa penasaran yang ingin diciptakan penulisnya.

Novel ini tak menjelaskan secara spesifik lokasi tempat yang menjadi latar novel, hanya dijelaskan sebagai sebuah perkampungan melayu di Sumatera. Kampung kecil yang masih menjungjung tinggi adat istiadat. Novel ini sendiri menggunakan bentuk penulisan Melayu, sehingga akan sering ditemukan kata seperti duhai atau wahai. Begitu juga istilah-istilah Melayu acap kali ada dalam setiap percakapan antar tokohnya. Banyak pula pepatah-pepatah melayu yang terdapat di dalam novel ini, seperti “Dari pada hidup bercermin bangkai, baiklah mati berkalang tanah” atau ”Lupa ia bahasa nasi yang sudah di dalam mulut itu, ada kalanya ke tanah dimakan ayam”.

Dalam novel ini, penulis mencoba untuk menyampaikan bentuk kebiasaan bangsawan dalam mencarikan jodoh anaknya yang menjadikan kekayaan dan martabat sebagai tolak ukur. Tak pula dijelaskan secara spesifik latar waktu pada novel ini, sepertinya tak jauh dari waktu cetakan pertama novel yakni tahun 1929. Digambarkan dalam novel bahwa kebiasaan penduduk pada masa itu yang cenderung mengagung-agungkan orang Arab.

Menurut saya, novel dengan tebal 55 halaman cukup enak dibaca. Saya baca melalui app Ipusnas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan....