(Sumber Foto: Detik)
Kabarnya Laudya Chyntia Bella cerai dengan suaminya, Engkau Emran. Jangan bilang kalau kamu tak tau siapa Laudya Chyntia Bella, gak asyik soalnya. Se-apatis apapun dengan kehidupan artis, masak iya gak pernah lihat Bella (panggilan Laudya Chyntia Bella) di tv, meski sekedar lewat di iklan sampo. Tapi bisa jadi sih ada yang tidak tau siapa Bella. Setiap orang berhak untuk tidak ingin tau dengan sesuatu dan memaksakan orang lain untuk harus tau itu melanggar haknya.
Mengenai berita Bella bercerai, saya tak sengaja menemukan
headline beritanya di beranda laman Facebook saya. Di Twitter, Bella juga masuk
tren pertama. Di Instagram lewat pula postingan gosip nyinyir yang memuat
berita serupa. Ah jadi ketahuan kan kalau suka mantau akun gosip. (haha).
Kebetulan tak satupun link yang memuat berita tersebut saya buka apalagi saya baca.
Cuma baca judul gede-nya aja.
Alasannya bukan karena tak ada kuota, karena kebetulan saya sedang pakai WiFi
(nebeng pastinya). Alasannya karena tak tertarik saja (titik).
Mengenai kabar nikah-cerai (artis), saya rasa bukan tontonan
baru. Bahkan bisa jadi di lingkungan kita juga bukan hal wah, cuma bedanya gak
masuk akun gosip aja, tapi masuk dalam ranah gosip tetangga. Haiya.
Sebenarnya kalau artis yang nikah-cerai, terus publik kepo,
ya wajar, artis. Tapi kalau bukan artis, bukan publik figur, hanya orang biasa,
kok masih ada orang kepo ya? Sini deh, coba jelasin ke aku. Kenapa dan ada apa?
Nanti aku subsidi kopi biar ceritanya makin seru. Menurutku semua orang berhak
menentukan jalan hidupnya. Nikah kemudian cerai. Mungkin perceraian adalah
sebuah jalan yang memang menjadi pilihan terbaik dari yang terburuk. Aku pernah
baca, tapi lupa dimana, bahwa perpisahan tidak selalu berarti menyakitkan. Bisa
jadi perpisahan adalah jalan bagi kedua pihak untuk berhenti saling menyakiti.
Mungkin jika dipaksa bersama, akan lebih banyak pihak yang tersakiti selain
kedua pihak tersebut. Huk huk, sok bijak aku ah.
Dan satu lagi nih kebiasaan yang sering kutemukan. Ketika
sudah pisah sama pasangannya lalu saling menceritakan keburukannya. Ya ampun,
mau seburuk apapun, kan pernah jadi yang terindah. Eak eak. Jangan lupa atuh. Meski ada yang bilang, "Move
on adalah ketika kamu bisa bercerita tentang dia tanpa ada luka", ya tapi
gak harus semua juga diceritakan. Semua jadi konsumsi publik sampai bagian
terdalam jaringan pembuluh darahnya juga diceritakan. Dari A ke Z balik ke A
lagi terus muter ke Z maneuver ke A, semua diceritain. Kalau model gini sih,
wajar kalau jadi topik hangat dalam lingkaran per-ghibah-an. Adakalanya masalalu
cukup jadi kenangan bukan topik ghibahan.
Lalu ada lagi ni, fenomena lain yang sering kita temukan
(kita? Sepertinya aku aja, karena aku dan kamu belum menjadi kita). Dalam sebuah
kasus perceraian, tak sedikit publik yang menyimpulkan unsur adanya orang
ketiga. Padahal kan tidak selalu demikian. Bisa jadi perceraian mereka karena
perbedaan prinsip yang tak dapat ditoleransi. Prinsip dalam sebuah rumah tangga
sangan krusial menurutku. Bukan bagaimana menyamakan namun bagaimana
menyelaraskan. Dan dalam menyelarakan 2 prinsip yang berbeda itu dibutuhkan
toleransi. Makanya dalam berumah tangga sangat diutamakan yang namanya komunikasi.
Semua dimusyawarahkan untuk menuju mufakat. Lalu bagaimana jika perbedaan
prinsip sudah tak menemukan titik temu dalam mufakat, ya bubar. Meski tak
menutup kemungkinan, bisa jadi memang ada peran orang ke-3 dalam sebuah
perceraian seperti yang sering kita lihat di film-film Indosi*r. Ku menangis …..
Membayangkan …. (nyanyi).
Membahas mengenai orang ke-3, seorang teman kantor bertanya,”Kalau
kamu sebagai perempuan, kamu marah gak sama suami yang punya simpanan?”
“Jelas marah” jawabku spontan tanpa mikir. “Kamu bakal minta
cerailah?”
Untuk menjawab ini, mau tak mau aku sedikit mikir (sedikit
saja, soalnya yang banyak sudah terpakai buat mikirin dia), “Ini kan kamu tanya
aku di statusku sebagai jomblo yang belum nikah, maka aku akan jawab iya. Minta
cerai seketika itu juga. Tapi bisa jadi jawabanku akan beda kalau aku sudah
punya anak. Mungkin akan banyak pertimbangan, karena dalam percerian ada anak
yang dirugikan secara mental. Tapi amit-amit
jabang bayi, jangan sampai ngalami.” Kumenangis ….. (nyanyi lagi)
Sebagai penutup saya mau menginfokan bahwa saya menulis
untuk diri saya sendiri dan ketika tulisan saya kemudian kamu baca, itu bonus. Mengenai alasan
perceraian Mbak Bella tentu tidak akan kamu temukan dalam tulisan. Saya saranin
sih lihat di detik(dot)com, ada dimuat beritanya. Semoga ada jawaban disana. Kalau sudah tau kabari, nanti ku subsidi kopi biar makin seru ceritanya. :D

Tidak ada komentar:
Posting Komentar