Kata “Museum” berasal dari kata Muze, oleh orang Yunani Klasik diartikan sebagai kumpulan sembilan Dewi, perlambang ilmu kesenian. Kesenian itu sendiri merupakan budaya manusia bersifat universal, selain beberapa sistem yang ada yakni: religi, teknologi, organisasi kemasyarakatan, bahasa, pengetahuan dan mata pencaharian. Kesemuanya itu , juga merupakan materi koleksi museum secara umum. (Antara, 2013, dalam Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2014, “E-Museum : Informasi Museum Di Yogyakarta Berbasis Location Based System”)
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, “museum” berarti gedung tempat menyimpan barang -barang kuno (barang-barang bersejarah). Dengan kata lain museum adalah sebagai tempat menyimpan benda-benda kuno yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan juga sebagai tempat rekreasi.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 tahun 1992, pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa benda cagar budaya bergerak atau benda cagar budaya tertentu baik yang dimiliki oleh negara maupun perorangan dapat disimpan dan dirawat oleh museum. Sedangkan secara kelembagaan, berdasarkan peraturan pemerintah no. 19 tahun 1995 pasal 1 ayat 1, museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungan guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Isi dari pasal diatas menentukan museum dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Arti museum seperti halnya arti kata, hanya dapat dipahami oleh karena fungsinya, dan kegiatan-kegiatannya. Dari zaman ke zaman, ternyata fungsi museum itu telah mengalami perubahan. Museum adalah wadah melestarikan benda-benda pembuktian sejarah manusia dan alam. Benda-benda tersebut adalah hasil dari karya, cipta dan karsa manusia yang berwujud budaya, keberadaannya di Museum disebut “koleksi”.
Sebagai lembaga ilmiah, tentu Museum mempunyai berbagai fungsi. Berdasarkan kebijaksanaan pengembangan permuseuman Indonesia berpegang pada rumusan ICOM (International Council Of Museum) (ICOM, 2013). Museum mempunyai sembilan fungsi, yakni :
1. Mengumpulkan dan pengamanan warisan alam dan budaya
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Konservasi dan preparasi
4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum
5. Pengenalan dan penghayatan kesenian
6. Pengenalan kebudayaan antardaerah dan bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.[1]
Dilihat dari koleksi sebuah museum, maka museum dapat dibagi menjadi : museum umum, yaitu museum yang koleksinya terdiri dari perkumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi; dan museum khusus, yaitu museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.
Oleh karena pentingnya peran sejarah dalam kehidupan masyarakat maka pendidikan sejarah menjadi salah satu cara untuk menyadarkan pentingnya sejarah. Ada banyak cara mencapai pembelajaran sejarah melalui pendidikan, salah satunya adalah wisata budaya yang mengedepankan aspek terlibat langsung. Namun ketertarikan masyarakat khususnya kaum muda saat ini terhadapwisata budaya mulai luntur.[2]
Museum menurut artinya, adalah gedung yang dipakai sebagai tempat untuk memamerkan benda-benda yang patut mendapat perhatian umum. Misalnya peninggalan sejarah, seni, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi, atau peninggalan tokoh-tokoh penting lainnya. Namun tempat untuk memamerkan benda-benda tersebut bersifat permanen dan pada sebagian tempat memiliki fungsi sebagai cagar budaya. Museum merupakan tempat yang tepat sebagai sumber belajar. Melalui benda-benda yang dipamerkan pengunjung dapat belajar tentang nilai dan perhatian kehidupan generasi pendahulu sebagai bekal di masa kini dan gambaran untuk kehidupa di masa mendatang. Selain itu, melalui pemanfaatan museum sebagai sumber belajar, sebagai bagian dari pembelajaran dengan pendekatan warisan budaya, pelajar diharapkan dapat tumbuh menjadi generasi yang pintar dengan tidak melupakan akar budaya bangsanya.[3]
Menurut pandangan modern, belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya interaksi dengan lingkungan. Menurut Hilgard dalam Jurnal ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010. Karya V.Indah Sri Pinasti yang berjudul Penggunaan Museum sebagai Model Pembelajaran Out-class, belajar adalah berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
Sedangkan menurut Gagne masih dalam jurnal yang sama, belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum mengalami situasi itu ke waktu ia mengalami situasi tersebut (Purwanto, 1990: 84).
Dalam belajar, menurut Thomas dalam Oemar Hamalik (1985: 45) terdapat tiga tingkatan pengalaman belajar, yaitu :
1. Pengalaman melalui benda sebenarnya
2. Pengalaman melalui benda-benda pengganti
3. Pengalaman melalui bahasa
Dari uraian di atas menunjukkan, proses pembelajaran tidak hanya berlangsung dalam ruangan kelas tetapi dapat jugan berlangsung di sekita lingkungan masyarakat, sehingga museum sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah satu wahana yang tepat dipilih oleh pendidik untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas (out-class).
Hal ini karena koleksi pameran dan diorama museum dapat Selain itu kunjungan ke museum dapat membantu meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan yang berkaitan dengan kesejarahan terutama sejarah perkembangan manusia dan lingkungannya.
Selain itu kunjungan ke museum akan sangat bermanfaat bagi tumbuhnya pemikiran kritis mahasiswa jika dilaksanakan secara terprogram dan terencana dengan baik. Selama mereka bekerja dengan objek pameran yang diamati, akan merangsang untuk tumbuhnya sikap dan kemampuan dalam berfikir kritis.
Dibalik semua kelebihan yang ditonjolkan oleh museum, terdapat pula masalah-masalah dan permuseuman. V. Indah Sri Pinasti dalam jurnal ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010, mengemukakan beberapa masalah-masalah dalam permuseuman, khusunya museum-museum yang ada di yogyakarta. Masalah-masalah tersebut antara lain :
1. Relavansi
Keterkaitan kegiatan yang dilakukan di museum tempat penelitian sudah saling mendukung. Hal ini dikarenakan sudah dari awal diseleksi museum-museum mana saja yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi kesejarahan.
2. Manajemen Internal Museum
Museum sebagai tempat menyimpan berbagai macam koleksi pentig seharusnya dikelola dengan baik, dengan menggunakan manajemen internal yang sesuai. Dari beberapa museum yang terdapat di Yogyakarta, terdapat museum dalam kondisi yang memprihatinkan, dari sisi penataan, maupun dari pengelolaannya. Di samping itu, dari sisi manajemen internalnya juga masih jauh dari kelayakan sebuah museum yang dapat dijadikan sebagai sumber edukasi.
Di Indonesia, sekarang sudah ada sekitar 275 Museum baik negeri maupun swasta tersebar di seluruh Nusantara. (Anonim, 2013). Museum-museum yang telah berdiri di Indonesia minimal setiap propinsi, memiliki Museum negeri sebagai Museum daerah. Selebihnya Museum khusus milik pemerintah dan swasta. Idealnya Museum, bukanlah suatu lembaga bisnis yang mencari keuntungan sebesar-besarnya, seperti pelayanan bisnis lainnya, melainkan lebih dominan fungsi sosial (pendidikan) dan rekreasi. Museum dinilai masih kurang maksimal. Masih banyak yang perlu dibenahi oleh museum. Antara lain aspek fisik seperti storage, keamanan museum, dan fasilitas public serta aspek non fisik yang meliputi kualitas SDM dan Manajemen Museum. Disamping kedua komponen tersebut terdapat hal lain yang harus diperhatikan juga oleh museum dan tidak kalah pentingnya dengan kedua hal tersebut. hal itu adalah masalah publikasi dari museum itu sendiri. Hampir sebagian besar museum di Indonesia masih belum memiliki sarana publikasi yang luas dan menarik. Padahal dari publikasi yang menarik dapat menarik pula minat dari masyarakat itu sendiri untuk mengunjungi museum. Seharusnya pihak museum dapat memanfaatkan sarana komunikasi massa seperti televisi, radio, surat kabar, dan internet sebagai saranan promosi yang strategis untuk mempublikasikan museum pada masyarakat luas. (Sukma, 2013)[4]
[1] Muhammad Sholeh, Catur Iswayudi, Eko Tresno Prabowo. “E-Museum : Informasi Museum Di Yogyakarta Berbasis Location Based System”, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2014, Yogyakarta, 15 November 2014
[2] Cecep dan Oki, “Pembangunan Media Interaktif Koleksi Benda Historika Di Museum Sri Baduga Bandung Berbasis Augmented Reality “, JURNAL LPKIA, Vol.1 No.1, Oktober 2014.
[3] V.Indah Sri Pinasti, “Penggunaan Museum sebagai Model Pembelajaran Out-class “, Jurnal ISTORIA, Volume VIII Nomor 1 September 2010, hlm. 66
Tidak ada komentar:
Posting Komentar