Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Museum (PCBM) Kemendikbud kota Bandung mensosialisasikan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 tentang Museum untuk pengelola dan pegiat museum di wilayah Jawa Barat pada hari selasa (30/08/2016) di Hotel Savoy Homann Jalan Asia Afrika Bandung.[1] Peraturan ini adalah turunan dari UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Adapun isi dari Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat dapat mendirikan Museum. Begitu isi pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2015 tentang museum. Kini permuseuman sudah memiliki satu Peratuan Pemerintah yang merupakan amanat Undang Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu pasa 18 ayat (5) yang menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai museum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam PP ini dijelaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat dapat mendirikan Museum dengan memenuhi persyaratan:
a. Memiliki visi dan misi;
b. Memiliki koleksi;
c. Memiliki lokasi dan/atau bangunan;
d. Memiliki sumber daya manusia;
e. Memiliki sumber pendanaan tetap;
f. Memiliki nama museum;
g. Berbadan hukum yayasan (museum perorangan atau masyarakat hukum adat).
Jenis museum yang didirikan dapat berjenis:
a. Museum umum
b. Museum khusus, dapat berupa Museum Kepresidenan yang didirikan dan dikelola oleh:
1) Pemerintah
2) Pemerintah Daerah
3) Setiap Orang
4) Masyarakat Hukum Adat.
Museum Kepresidenan yang didirikan dan dikelola oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah pengelolaan Museumnya dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Museum milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah pendanaannya berasal dari:
a. Anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. Anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Museum Kepresidenan yang didirikan dan dikelola oleh oetiap orang atau masyarakat hukum adat pengelolaan museumnya dapat memperoleh bantuan dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pendirian museum oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, setiap orang, atau masyarakat hukum adat harus didaftarkan kepada:
a. Menteri, untuk museum yang didirikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah Provinsi;
b. Gubernur, untuk museum yang didirikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;
c. Bupati atau walikota, untuk museum yang didirikan oleh setiap orang atau masyarakat hukum adat.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 ini, maka semakin jelaslah siapa dan bagaimana membangun museum yang baik.
Selain itu di dalam Peraturan Pemerintah No. 66 ini juga membahas mengenai :
1. Evaluasi Museum
Menteri melakukan evaluasi terhadap Museum yang telah memperoleh standardisasi setiap 3 (tiga) tahun sekali. Menteri dapat melibatkan organisasi profesi di bidang permuseuman dengan melakukan:
a. Penetapan standar
b. enaikan standardisasi
c. Standardisasi yang sama
d. Penurunan standardisasi
e. Tidak memenuhi standardisasi
f. Pembinaan.
2. Penggabungan Museum
Pemilik Museum dapat melakukan penggabungan terhadap 2 (dua) atau lebih Museum untuk meningkatkan kualitas Pengelolaan Museum yang dilakukan dengan syarat:
a. Pemilik Museum mengalami kepailitan
b. Pemilik Museum tidak mampu mendanai Museum
c. Pemilik Museum tidak mampu memenuhi persyaratan sumber daya manusia
d. Pemilik Museum tidak mampu melestarikan Koleksi
e. Pemilik Museum memiliki Koleksi yang terbatas
f. Museum terkena bencana.
3. Pemecahan museum
Pemilik Museum dapat melakukan pemecahan Museum menjadi 2 (dua) atau lebih. Pemecahan Museum dapat dilakukan apabila:
a. Jumlah dan jenis koleksi bertambah banyak
b. Sumber daya manusia pengelolanya cukup untuk mengelola lebih dari 1 (satu) Museum
c. Lokasi yang ditempati sudah tidak mencukupi untuk mengembangkan Museum
d. Dukungan dana memadai.
4. Pembubaran museum
Pembubaran Museum dapat dilakukan dg alasan:
a. Tidak mampu melakukan Pengelolaan Museum
b. Terkena bencana
c. Digabung
d. Kehendak pemilik museum.
Pemanfaatan museum oleh pemerintah dan masyarakat juga dijelaskan dalam BAB VII Peraturan Pemerintah No. 66 ini yang isinya adalah bahwa setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat memanfaatkan Museum untuk layanan pendidikan, kepentingan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan/atau pariwisata. Pemanfaatan Museum dapat dilakukan terhadap Koleksi, gedung, dan/atau lingkungan yang dilakukan untuk tujuan pendidikan, pengembangan bakat dan minat, pengembangan kreativitas dan inovasi, serta kesenangan berdasarkan izin kepala Museum. Pemanfaatan Koleksi tetap mengutamakan pelestarian.
Semua koleksi museum (baik koleksi benda cagar budaya maupun koleksi non cagar budaya) akan mengalami proses interaksi dengan lingkungannya. Apabila terdapat zat – zat polutan yang bersifat korosif maka akan terjadi proses degradasi dalam bentuk kerusakan dan pelapukan yang akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualiatas bahan dasar yang digunakan untuk koleksi tersebut. Dengan kondisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis yang lembab merupakan salah satu faktor pemicu kerusakan dan pelapukan koleksi.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah perawatan yang dilakukan dengan pengobatan dan pencegahan. Pelaksanaan konservasi koleksi museum berdasarkan pada dua kebijakan: kebijakan nasional dan internasional.
1. Kebijakan Nasional
a. Undang – Undang Republic Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
b. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan UURI No.5/1992
c. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 19 Tahun 1995 Tentang Pemeliharaan Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Di Museum
d. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republic Indonesia Nomor 062 Tahun 1965 Tentang Pemilikan, Penguasaan Dan Penghapusan Benda Cagar Budaya
e. Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republic Indonesia Nomor 063 Tahun 1965 Tentang Perlindungan Dan Pemeliharaan Cagar Budaya
f. Keputusan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor KM.33 Tahun 2004 Tentang Museum
2. Kebijakan internasional
a. ICOM Code of ethic for Museum professional, 2007
b. UNESCO convention for the protection of cultural property in the ivent of armed conflict; convention for protection of cultural property in the event of armed conflict (the hague convention), 1954 second protocol
c. UNESCO confention on the underwater cultural heritage (2001)[2]
Dengan adanya kebijakan ini maka perlu dilakukan konservasi terhadap koleksi yang terdapat di dalam sebuah museum. Konsevasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki, mengkontruksi dan merestorasi koleksi yang bertujuan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Prinsip yang digunakan dalam konservasi anara lain:
1. Prinsip arkeologis
Prinsip arkeologis meliputi keaslian bahan, keaslian desain / bentuk dan keaslian tekhnologi pengerjaan.
2. Prinsip teknis
Prinsip teknis meliputi efisiensi efektif, aman bagi koleksi maupun ligkungannya. Pengamatan periodit serta metode konservasi harus bersifat reversible.
Untuk dapat melakukan konservasi benda cagar budaya dengan baik harus di pahami faktor – faktor penyebab kerusakan seperti:
· Kekuatan fisik
· Pencurian dan vandalisme ( tindakan yang sengaja maupun tidak sengaja yang dilakukan manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan pada museum)
· Disosiasi
· Api
· Air
· Hama
· Politan
· Cahaya
· Temperature
· Kelembaban relative
Konservasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Konservasi preventif
Konservasi proventif adalan konservasi yang dilakukan dalam rangka mengendalikan faktor – faktor penyebab kerusakan yang mengancam kondisi keterawatan cagar budaya. Konsrvasi preventif merupakan tindakan yang mencegar terjadinya kerusakan.
2. Konservasi kuratif
Konservasi kuratif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki, merekontruksi dan merestorasi suatu koleksi atau cagar budaya dari kerusakan atau pelapukan.
Dalam PP ini juga diatur mengenai Peran Serta Masyarakat dalam museum, yaitu pada BAB X tentang PERAN SERTA MASYARAKAT, pasal 52, 53 dan 54 sebagai berikut:
Pasal 52
(1) yaitu Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berperan serta membantu Pengelolaan Museum sebagai wujud peran serta masyarakat terhadap pelindungan, pengembangan, dan/atau pemanfaatan Museum.
(2) menyatakan bahwa Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan visi dan misi Museum.
(3) Peran serta masyarakat dalam membantu Pengelolaan Museum berdasarkan asas transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 53
(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berperan serta dalam Pengelolaan Museum setelah memperoleh izin kepala Museum.
(2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang berperan serta terhadap pengelolaan Koleksi harus memperhatikan aspek pelindungan.
Pasal 54
(1) Peran serta yang dilakukan oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53 dapat berupa.
a. Ide;
b. Sarana dan/atau prasarana Museum;
c. Penyerahan Koleksi;
d. Penitipan Koleksi;
e. Tenaga; dan/atau
f. Pendanaan Museum.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Museum yang telah ada wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang yang mengatur permuseuman yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 59 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3599), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2015 dan ditandatangi oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.[3]
Pada saat ini, permasalahan yang dialami oleh museum adalah permasalahan klasik yang sebenarnya dialami pula oleh sebagian besar museum di Indonesia. Museum milik negara pada umumnya, cenderung bersikap ‘pasif’ dengan mengandalkan anggaran pemerintah yang tentu saja terbatas pada kewajiban terhadap perawatan dan penyimpanan koleksi berupa tinggalan materi yang memiliki nilai budaya atau identitas bangsa sesuai dengan UU no. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Sehingga memunculkan kesan membosankan bagi pengunjung, dan museum selalu tampak sepi pengunjung.
Pada dasarnya museum merupakan tempat pelestarian, bukan hanya secara fisik, tetapi dalam sistem nilai dan norma. Tujuan pelestarian adalah agar masyarakat tidak melupakan kekayaan budaya atau tidak mengenal lagi akan kebudayaan mereka. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah memberikan pembelajaran tentang museum kepada generasi muda. Upaya yang dapat ditempuh adalah membangun system informasi museum yang dapat memberikan gambaran dan isi dari museum. Dengan adanya informasi ini, tentunya akan didapat gambaran apa isi dari museum sehingga diharapkan akan mendorong untuk melakukan kunjungan ke museum.[4]
Daftar Pustaka
Nurul Fadillah, “Konservasi Kuratif dan Konservasi Preventif Koleksi di Museum Manusia Purba Sangiran, Jurnal SANGIRAN, No. 3 tahun 2004
Suraya & Muhammad Sholeh, “E-Museum Sebagai Media Memperkenalkan Cagar Budaya Di Kalangan Masyarakat”, Jurnal Penelitian, Vol. 11 tahun 2015.
PP No. 66 Tahun 2015 (pp66-2015bt), pdf.
Peraturan Pemerintah tentang Museum di Indonesia yang diakses di Googleweblight.com/?lite_url=http://asianiafricanmuseum.org/id/ini-peraturan-pemerintah-tentang-museum-di-indonesia/artikel, diakses pada 20 Februari 2017.
[1] Peraturan Pemerintah tentang Museum di Indonesia yang diakses di Googleweblight.com/?lite_url=http://asianiafricanmuseum.org/id/ini-peraturan-pemerintah-tentang-museum-di-indonesia/artikel, diakses pada 20 Februari 2017
[2] Nurul Fadillah, “Konservasi Kuratif dan Konservasi Preventif Koleksi di Museum Manusia Purba Sangiran, Jurnal SANGIRAN, No. 3 tahun 2004, hlm. 107-108
[3] PP No. 66 Tahun 2015 (pp66-2015bt), pdf.
[4] Suraya & Muhammad Sholeh, “E-Museum Sebagai Media Memperkenalkan Cagar Budaya Di Kalangan Masyarakat”, Jurnal Penelitian, Vol. 11 tahun 2015, hlm. 24-25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar