Jumat, 05 Juli 2019

MAKALAH POLITIK REFORMASI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara) atau dengan kata lain sistem politik juga berarti mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).
Seperti yang kita ketahui sendiri bahwa Indonesia telah banyak menganut sistem politik misalnya : sistem politik pada masa pemerintahan orde lama, orde baru dan pada masa era reformasi. Pada makalah ini kami akan membahas tentang sistem politik pada masa era reformasi.

Era Reformasi atau Era Pasca Soeharto di Indonesia disebabkan karena tumbangnya orde baru sehingga membuka peluang terjadinya reformasi politik di Indonesia pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 karena adanya wacana suksesi yang sengaja dibuat oleh Amien Rais untuk menjatuhkan rezim Soeharto dimana didalamnya terdapat tuntutan untuk melakukan reformasi dan juga desakan dari parlemen beserta mendurnya beberapa menteri dari kabinet saat itu. Sehingga bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses pendemokrasian sistem politik Indonesia dimana kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidakpuasan dan keprihatinan atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Reformasi bertujuan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai–nilai luhur Pancasila. Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde baru, apalagi untuk menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenan. Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Soeharto dipandang tidak mampu mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Soeharto diminta untuk mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan Negara Indonesia yang akan datang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana politik pada masa reformasi?
2.      Bagaimana jalannya pemilu pada masa reformasi?
3.      Apa yang menyebabkan lepasnya timor-timur dari Indonesia?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui politik pada masa reformasi.
2.      Untuk mengetahui jalannya pemilu pada masa reformasi.
3.      Untuk mengetahui penyebab lepasnya Timor-timur dari Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Politik Masa Reormasi
Reformasi merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berbau Orde baru. Dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewujudkan tujuan dari reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan kebijakan dalam bidang politik berupa mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1)       UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik.
2)       UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum.
3)       UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie di bidang poolitik, perubahan juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
1)      Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
2)      Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang referendum
3)      Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
4)      Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI.
5)      Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.
Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi telah banya memberi ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis. Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:
1)      Mengutamakan musyawarah mufakat
2)      Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan Negara
3)      Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
4)      Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
5)      Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6)      Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
7)      Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8)      Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat
9)      Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
10)  Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
11)  Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai berikut:
1)      Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUd 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multi partai
2)      Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi.
3)      Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara , UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
4)      Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih  langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama dengan presiden, MA, BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD. Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat.Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung


B.     Peristiwa 1997
            Orde baru berjalan hampir selama tiga dekade, akan tetapi mulai goyah memasuki akhir dekade 1990-an. Pemerintahan Orde Baru tidak mampu menghadapi krisis multidimensional yang berlangsung sejak 1997. Adapun beberapa peristiwa yang terjadi di tahun 1997 yang merupakan penyebab runtuhnya orde baru dan berganti menjadi reformasi adalah karena adanya krisis dimensional yang terjadi di Indonesia.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) krisis artinya keadaan yang genting. Multidimensional artinya mempunyai berbagai dimensi (kemungkinan, segi, dan bidang). Dengan demikian, krisis multidimensional dapat diartikan sebagai kondisi genting pada suatu Negara dalam berbagai bidang, baik moneter, ekonomi, politik, hukum, dan kepercayaan. Berikut penjelasannya :
1)      Krisis Moneter
Pada awal tahun 1997 krisis moneter melanda Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada awal Juli 1997 rupiah Indonesia berada pada posisi nilai tukar Rp 2.500,00/US$ dan terus mengalami kemerosotan hingga 9%. Bank Indonesia pun tidak mampu membendung rupiah yang kian merosot hingga RP 17.000,00/US$. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan – perusahaan besar di Indonesia, dan likuidasi beberapa bank nasional.
Dalam situasi ini, Presiden meminta bantuan kepada IMF. IMF bersedia mengucurkan dana kepada Indonesia dengan syarat Indonesia mencabut bantuan dana untuk subsidi bahan pokok, listrik, BBM, dan menutup enam belas bank swasta. Saat krisis memanas, muncul ketegangan–ketegangan masyarakat yang menunjukkan krisis sosial, seperti kerusuhan anti-Tionghoa di sejumlah kota karena dianggap mendominasi perekonomian Indonesia, serta kerusuhan dan penjarahan.

2)      Krisis Ekonomi
Munculnya krisis moneter sejak 1997 berdampak pada perekonomian dan dunia usaha. Sejumlah perusahaan bangkrut, sehingga menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar–besaran. Hal ini mengakibatkan lonjakan ke level yang belum pernah tercapai sejak tahun 1960-an, yaitu sekitar 20 juta atau lebih dari 20% angkatan kerja. Akibat PHK dan naiknya harga berang dengan cepat, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan mencapai 50% dari total penduduk.

3)      Krisis Politik
Setelah pelaksanaan pemilu 1997 perhatian masyarakat tertuang pada Sidang Umum MPR pada bulan Maret 1998 yang menetapkan kembali Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan 1998-2003 dengan B.J. Habibie sebagai wakilnya. Tanggal 10 Maret 1998 pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto diterima oleh MPR. Selanjutnya, pada 12 Maret 1998 Presiden Soeharto kembali dilantik sebagai presiden dan B.J. Habibie sebagai wakilnya.
Pada hari yang sama muncul gerakan mahasiswa dan masyarakat yang menolak pelantikan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Tuntutan mahasiswa dan masyarakat ini dilatarbelakangi oleh banyaknya penyimpangan dalam bidang politik sebagai berikut.
a)      Demokrasi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
b)      Banyak anggota DPR/MPR yang menerapkan sistem nepotisme.
c)      Orientasi politik pemerintahan Orde Baru lebih condong ke Negara barat.
d)     Terjadinya ketidakadilan dalam bidang hukum.

4)      Krisis Hukum
Pada masa Orde Baru, hukum sering dijadikan alat pembenarn atas kebijakan penguasa. Banyak rekayasa dalam proses peradilan. Oleh karena itu, seseorang yang dianggap bersalah dapat bebas dari hukuman dan seseorang yang tidak bersalah masuk penjara. Akibat penyimpangan tersebut, masyarakat menghendaki reformasi dalam bidang hukum untuk meluruskan masalah pada posisi sebenarnya.


5)      Krisis Kepercayaan
Munculnya krisis kepercayaan disebabkan oleh adanya penyimpangan demokrasi pada masa pemerintahan Orde Baru. Situasi tersebut diperparah dengan banyaknya anggota pemerintahan yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Krisis ekonomi, politik, dan hukum menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru. Krisis kepercayaan ini juga semakin bertambah saat empat Mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak oleh keamanan saat proses demonstrasi, sehingga masyrakat menganggap pemerintah Orde Baru telah melakukan pelanggaran HAM.

C.    Pemilu
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. diadakannya Pemilu yang dipercepat adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang baru.
Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi. Pemungutan suara  dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sistem  Pemilu 1999  sama dengan Pemilu 1997  yaitu sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dibentuk oleh Presiden. KPU beranggotakan 48 orang dari unsur partai politik dan 5 orang wakil pemerintah. Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU juga dibantu oleh Sekretariat Umum KPU. Penyelenggara pemilu tingkat pusat dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang jumlah dan unsur anggotanya sama dengan KPU. Untuk penyelenggaraan di tingkat daerah dilaksanakan oleh PPD I, PPD II, PPK, PPS, dan KPPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri dilaksanakan oleh PPLN, PPSLN, dan KPPSLN yang keanggotaannya terdiri atas wakil-wakil parpol peserta Pemilu ditambah beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat.

D.    Lepasnya Timor-Timur
Demokrasi di masa pemerintahan BJ. Habibie amat sangat terbuka luas, namun demokrasi yang ditawarkan oleh presiden Habibie ini membuat masyarakat Indonesia bebas untuk melakukan apapun dalam halnya berbicara, bertindak dan melakukan kreativitas yang menunjang untuk dirinya sendiri, masyarakat serta bangsa dan negara. Sehingga masyarakat Timor Leste seakan mendapatkan kebebasan untuk memerdekakan tanah mereka yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh Soeharto dalam masa orde baru. Hal ini dikarenakan pada masa orde baru tidak melakukan pembangunan apapun di tanah Timor Leste setelah hasil kekayaan mereka dimanfaatkan oleh pusat sehingga memunculkan rasa ketidakadilan masyarakat Timor Leste.
Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Era Reformasi atau Era Pasca Soeharto di Indonesia disebabkan karena tumbangnya orde baru sehingga membuka peluang terjadinya reformasi politik di Indonesia pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Setelah Soeharto mundur maka BJ. Habibie kemudian dilantik sebagai presiden menggantikan presiden Soeharto dan segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu hal yang dilakukan oleh Habiebie saat itu adalah mepersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam demokratisasi, seperti: mengesahkan UU partai politik, UU susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Dan hal yang dilakukan oleh Presiden Habibie yang lain adalah pengahapusan dwifungsi ABRI sehingga fungsi sosial-politik ABRI dihilangkan.
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1999 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 7 Juni 1999 untuk memilih 462 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 1999-2004. Pemilihan Umum ini diikuti oleh 48 partai politik, yang mencakup hampir semua spektrum arah politik (kecuali komunisme yang dilarang di Indonesia).
Demokrasi pada masa reformasi sangan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, hal ini yang mendasari rakyat Timor Leste untuk membebaskan diri dari Indonesia karena selama ini pemerintah Indonesia tidak ada melakukan pembangunan di Timor Leste. Permasalahan Timor Leste diselesaikan dengan diadakan jejak pendapat dengan hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.



Daftar Pusaka
http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/election/directory/election/?box=detail&id=26&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=
http://sistempolitikerareformasi.blogspot.co.id/2012/11/sistem-politik-era-reformasi.html
Pemilu Tahub 1999 diakses di http://kpud-balangankab.go.id/pemilu-tahun-1999/ diakses pada 16 April 2017 pukul 15.30
Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 1999 diakses di https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1999 diakses pada 16 April 2017 pukul 15.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan....