Jumat, 05 Juli 2019

MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA DINASTI CINA SERTA PERANG CANDU, PEMBERONTAKAN TAIPING, DAN PERANG BOXER


A.    Muncul dan Berkembangnya Dinasti Cina
Dari zaman kuno  sampai 1912, Tiongkok selalu diperintahkan oleh dinasti-dinasti (raja-raja dari satu keturunan). Dinasti yang terakhir adalah Dinasti Manchu yang juga disebut dinasti asing oleh bangsa Tionghoa, karena dinasti ini bukan keturunan bangsa Tionghoa. Dibawah dinasti Manchu Tiongkok diperintahkan masih secara kolot. Tiongkok merupakan suatu Negara yang tertutup rapat-rapat bagi bangsa asing yang dianggapmya lebih rendah dan belum berabad daripada bangsa Tionghoa.

1.      Dinasti Shang
Sebelum lahirnya Dinasti Chou, di Cina telah ada dinasti-dinasti seperti Hsia dan Shang. Menurut legenda Cina Dinasti Hsia merupakan Dinasti tertua. Namun dari bukti-bukti yang ditemukan oleh para ahli antropologi dan arkeologi berupa benda-benda peninggalan masa lalu disimpulkan bahwa dinasti yang pertama adalah Dinasti Shang. Dinasti ini mempunyai negeri yang makmur dan rajanya sangat kaya. Rakyat hidup dengan damai.
2.      Dinasti Chou (1122 - 255 SM)
Pada awalnya Dinasti Chou diperintah oleh raja-raja yang kuat lagi bijak. Oleh Karena itu tidak heran apabila pada masa itu Dinasti Chou tumbuh menjadi sebuah kerajaan yang besar. Namun setelah raja-raja yang kuat tersebut tiada, Dinasti  Chou diperintahkan oleh raja-raja yang lemah dan suka bermewah-mewah. Akibatnya negeri Chou terpecah ke dalam kerajaan-kerajaan yang saling berperang antara satu dengan yang lainnya.
Di masa Dinasti Chou berkuasa, kesenian dan usaha kerajinan berkembang sangat pesat. Banyak barang-barang seperti lonceng, cermin, dan cangkir yang mereka hasilkan. Di atas tembaga mereka mengukir gambar-gambar yang indah seperti burung, ular, dan simbol-simbol yang lain. Bandul-bandul kayu dan tonggak-tonggak bangunan diukir dengan mengkilap dengan dilapisi emas, perak, dan jenis-jenis tatahan yang berbeda.
Dinasti Chou juga mengikuti Dinasti Shang dalam mengolah batu hijau (biru dan putih/giok).[1] Di masa Dinasti Chou dikenal mazhab seratus. Mazhab seratus ini terdiri dari sarjana-sarjana dan pemikiir yang mempunyai ide-ide cemerlang yang selalu berdiskusi tentang berbagai hal. Hal ini mendorong berkembanng pesatnya ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Chou. Pada masa Dinasti Chou para filsuf dan pemikir besar terlahir dan membawa pembaharuan-pembaharuan kepada bangsa Tiongkok.
Tembok Besar Tiongkok mulai dibangun pada masa Dinasti Chou ini. Kegunaan utama dari Tembok Besar Tiongkok ini adalah untuk melindungi Tiongkok dari serangan Bangsa Mongol di utara yang terkenal dengan keganasannya.
3.      Dinasti Ch’in (246 - 210 SM)
Dinasti Chou hancur karena dilanda peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil. Akhirnya sebuah kerajaan kecil yang bernama Ch’in  berhasil menyatukan kerajaan yang terpecah menjadi sebuah kerajaan kerajaan yang besar. Pemimpin dari kerajaan ini adalah Shih Huang Ti (Kaisar Pertama). Dari nama Ch’in inilah kemudian nama China didapatkan.
Shih Huang Ti memerintah dengan keras. Dia tidak segan mengubur hidup-hidup para sarjana yang bertentangan ide dengannya. Buku-buku yang tidak sesuai dengan pemikirannya diusahakan untuk dimusnahkan. Akibatnya banyak buku tentang Confusius dan buku-buku milik filsuf Tiongkok lain yang dibakar. Shih Huang Ti hanya berkuasa selama 15 tahun karena kekuasaannya ditumbangkan oleh pemberontakan petani dari Lembah Sungai Han.
4.      Dinasti Han (202 SM - 220 M)
Sistem feodal diterapkan kembali. Segala buku-buku lama yang pada Dinasti Ch’in dilarang, pada mas Dinasti Han kembali dibuka. Pelajaran tentang kitab-kitab filsafat seperti Confusius dan Taoisme diberlakukan  lagi. Sehingga Dinasti Han tumbuh menjadi sebuah Dinasti yang besar. Bahkan kitab-kitab itu digunakan sebagai dasar untuk menyusun Undang-Undang.
Pada masa pemerintahan Raja Han Wu Ti dilakukan sistem ujian penerimaan pegawai kerajaan, yang diterima adalah mereka yang lulus ujian ajaran Confusius. Sejak waktu itu kekuasaan golongan Gentry (Leterette Confusius) berkembang dengan pesat. Dinasti Han memerintahkan sekitar 200 tahun. Dinasti ini kemudian mengangkat nama Tiongkok karena keberhasilannya dalam membangun negeri.
Di masa Dinasti Han ini, perdagangan berkembang pesat. Orang sudah mulai membuat porselen dan kertas. Hubungan dagang dengan pihak Romawi dibina, sehingga barang-barang yang dihasilkan oleh rakyat Han dikenal oleh orang-orang di Romawi begitu juga sebaliknya. Dinasti Han merupakan dinasti yang besar sehingga orang-orang Tionghoa bangga dengan mengatakan bahwa mereka berasal dari Dinasti Han.
5.      Dinasti Tang
Setelah Dinasti Han, Tiongkok berada dalam kegelapan sekitar 400 tahun lebih lamanya. Mereka saling berperang antara satu kerajaan kecil dengan kerajaan kecil lainnya. Untuk selanjutnya berkuasalah Dinasti Tang yang memerintah Tiongkok lebih dari 300 tahun lamanya. Pada masa ini keadaan Tiongkok seperti pada masa Dinasti Han. Hubungan dengan berbagai negeri berkembang berkembang dan pengaruhnya sampai ke Asia tenggara (Indonesia).
Di zaman Dinasti Tang ini, kesenian berkembang dengan baik. Baik seni lukis, seni ukir, pahat/patung maupun seni drama dan puisi. Sehingga tidak heran bila zaman ini lebih cocok disebut sebagai zaman yang sangat romantic dalam sejarah kekaisaran Tiongkok.
6.      Dinasti Sung (960 - 1280 M)
Selama Dinasti sung, kesenian berkembanng dengan pesatnya, demikian juga perdagangan. Satu hal yang lebih spesifik bahwa semasa Dinasti Sung ini bangsa Mongol secara bertahap dapat diletakkan di bawah kekuasaannya.
7.      Dinasti Mongol (Dinasti Yuan) (1280 - 1368 M)
Dinasti Mongol adalah dinasti yang berasal dari  arah utara Tiongkok. Dinasti Mongol sebenarnya berasal dari kelompok-kelompok manusia barbar yang berwatak keras di Mongol yang berhasil disatukan oleh salah satu kelompok yang terkuat. Kelompok yang terkuat itu kemudian membentuk sebuah tentara yang sangat kuat pula dan diatur seprofessional mungkin. Salah seorang yang cukup gigih dalam pembentukan tentara ini adalah Temuchin atau dikenal juga dengan Jengis Khan. Jengis Khan berusaha untuk menaklukkan daerah-daerah yang ada di sebelah selatannya yaitu Tiongkok.
Jengis Khan dan keturunnanya dikenal dengan semangatnya yang tinggi dengan watak yang keras dan tidak segan memenggal kepala prajurit yang berani menentang perintahnya. Dengan bekal tentara yang terlatih, Jengis Khan dan keturunannya melanglang buana untuk menaklukan negeri lain termasuk Irak. Bahkan kerajaan Mongol pernah pula mengirim utusan ke Singasari untuk meminta pengakuan sebagai kerajaan yang agung (kebesaran Kerajaan Mongol) dari Kertanegara (Raja Singasari). Namun utusan ini ditolak dan membuat gusar Khubilah Khan yang menjadi raja Mongol pada masa itu.
Pada tahun 1292 Kerajaan Mongol mengirimkan pasukan untuk menghantam Kertanegara. Namun Kertanegara telah tewas karena serangan Jayakatwang. Kedatangan pasukan Mongol ini dimanfaatkan oleh Raden Wijya (Menantu Kertanegara) untuk menghantam Jayakatwang. Setelah Jayakatwang hancur bersama pasukannya, lantas Raden Wijaya menghantam pasukan Mongol. Ini salah satu penyebab lahirnya Kerajaan Majapahit. Lepas dari bangsa Mongol, Tiongkok kemudian jatuh ke tangan bangsa Manchu yang berasal dari Tiongkok bagian utara.
8.      Dinasti Manchu (1644 – 1912 M)
Dalam pemerinthan Kaisar Wan Li terjadi suatu hal yang akhirnya memberikan suatu arah baru buat perjalanan sejarah Tiongkok. Bangsa Manchu, suatu suku kecil dari Tungus yang menjadi keturunan Bangsa Yurche yang sebagiannya dulu pernah memerintah Tiongkok Utara dengan nama Kerajaan Chin (1115 – 1234), bisa memperbaiki kedudukannya. Setelah mereka dikalahkan Bangsa Mongol, mereka mengundurkan diri ke Utara sampai melewati  Sungai Amur. Mereka berdiam di perbatasan daerah Tiongkok di Manchuria, terutama di tempat yang sekarang menjadi Provinsi Kirin.
Pada masa pemerintahan Kaisar Wan Li, Bangsa Manchu berada di bawah pemerintahan Nurhachu (1559 – 1626), yang telah menaklukkan beberapa suku lain. Nurhachu setelah begitu kuat lantas mencoba untuk melakukan penyerangan-penyerangan terhadap wilayah Tiongkok. Setelah dia meninggal selesai penyerangan di Mukden, usahanya dilanjutkan oleh anaknya untuk menyerang Tiongkok dari arah Mongolia dan akhirnya berhasil mendekati Peking.
Karena tidak terbendungnya berbagai serangan yang dilakukan oleh Bangsa Manchu ini terhadap Kerajaan Tiongkok yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mongol, akhirnya keturunan terakhir dari kaisar-kaisar Mongol menyerahkan Ca Besar Dinasti Yuan kepada Bangsa Manchu. Sejak itu Raja Manchu memakai gelar kaisar dan menamakan kerajaannya Taman Kanank-Kanak Ch’ing.
Dengan diserahkannya Cap Besar kekaisaran kepada Raja Manchu, maka terbentuklah sebuah kerajaan baru di perbatasan Tiongkok.[2] Pengaruh Manchu semakin lama semakin bertambah besar terhadap orang-orang Mongol ataupun Korea dan juga sebagian orang-orang Tionghoa, apalagi pihak Manchu melakukan kebijakan untuk melebur mereka sehingga mereka semua menjadi sebua bangsa yang sangat kuat. Akan tetapi pimpinan tetap berada di tangan orang-orang Manchu yang kecil jumlahnya. Di atas organisasi militer yang begitu kuat, bangsa Manchu mengadakan suatu pemerintahan pusat yang mengikuti sistem Tionghoa yang bercorak Confucianisme Kuno. Dengan demikian bila dipandang dari sudut kebudayaan, Bangsa Manchu sudah ditelah oleh bangsa Tionghoa.
Selama pemerintahan Manchu, hubungan dengan dunia Barat mulai dilakukan. Hubungan tersebut adalah dalam bentuk perdagangan yang pada tahap selanjutnya hubungan dagang ini mulai dibatasi pada hal-hal di tempat-tempat tertentu saja hingga akhirnya Bangsa Barat hanya dapat berdagang di Canton. Akibat dari hubungan ini, bangsa Tionghoa mulai berkenalan dengan adat budaya dan berbagai hasil produksi yang berasal dari Barat.
Selama Manchu berkuasa di Tiongkok, Tiongkok berhasil dibangun sehingga menjadi sebuah Negara yang maju. Pemerintahan ditata dengan baik, tanaman-tanaman mulai diperkenalkan di daratan Tiongkok, jalan-jalan baru, jembatan saluran irigasi juga dibangun untuk meningkatkan penghasilan. Namun demikian, kemajuan yang dialami Tiongkok di masa pemerintahan Manchu, ternyata ikut pua menambah populasi penduduk. Akibatnya terjadilah kecemburuan sosial di kalangan rakyat karena semakin sempitnya lahan pertanian dan memungkinkan produksinya tidak terbagi dengan rata. Kecemburuan sosial tersebut merebak menjadi keresahan sosial dan berujung pada pemberontakan terhadap pemerintahan Manchu. Pemberontakan-pemberontakan seperti ini nantinya akan memberikan kontribusi dalam keruntuhan kekaisaran Manchu.
B.     Perang Candu (1839 – 1842 M)
Selama pemerintahan Dinasti Manchu, hubungan dengan dunia Barat mulai diadakan. Inggris yang pertama-tama berjasa membuka Tiongkok bagi orang asing. Hubungan tersebut adalah dalam bentuk perdagangan yang pada tahap selanjutnya hubungan dagang mulai dibatasi pada hal-hal dan tempat-tempat tertentu saja hingga akhirnya bangsa Barat hanya dapat berdagang di Canton. Dampak dari interaksi dengan dunia Barat, bangsa Tionghoa mulai berkenalan dengan budaya dan berbagai hasil produksi yang berasal dari Barat.
Satu penyakit yang berhasil yang ditebarkan oleh orang-orang Barat dalam menaklukkan Tiongkok adalah perdagangan Candu.[3] Orang-orang Tionghoa mulai terbius dengan benda haram ini. Banyak mereka yang menghisap candu sehingga menjadi masyarat malas bekerja dan berusaha.
Pemerintahan Dinasti Manchu berusaha untuk menghentikan perdagangan candu ini dengan mengeluarkan serangkaian Undang-Undang. Namun UU ini tidak ada artinya. Akhirnya pemerintahan Dinasti Manchu berusaha untuk merampas candu-candu tersebut dan menghancurkan gudang candu milik Inggris. Sebagai akibatnya, Inggris mengirimkan kapal-kapal perangnya ke Tiongkok tepatnya di kota Nanking dan terjadilah perang antara Inggris dengan Tiongkok yang dikenal dengan nama Perang Candu. Tiongkok kalah dan menandatangani Perjanjian Perdamaian Nanking[4] (1842) yang isinya sebagai berikut :
1)      Lima pelabuhan Tiongkok dibuka untuk perdagangan bangsa asing (Treaty Ports).
2)      Inggris mendapat Hongkong (1842).
3)      Inggris mendapat hak ekstra-territorial[5] (yang kemudian diikuti oleh negara-negara Barat lainnya).

C.     Pemberontakan Taiping (Tai P’ing) (1850 – 1864 M)
Penyebab pemberontakan Taiping adalah :
1)      Pemerintahan Kaisar Manchu lemah terhadap bangsa asing hingga bangsa asing dapat merajalela di dalam Tiongkok.
2)      Kemiskinan rakyat jelata yang disebabkan oleh pemerintahan feudal Manchu.
3)      Keinginan yang timbul diantara rakyat untuk membangun masyarakat baru yang bahagia.
Pemimpin dari pemberontakan Taiping ialah Hung Siu-tsjwan yang merupakan seorang Tionghoa beragama Masehi. Di dalam kitab Injil Masehi diceritakan bahwa masyarakat Masehi pertama dibawah pimpinan Petrus merupakan masyarakat yang sosialistis.
Pada tahun 1851 M, Hung Siu-tsjwan mulai dengan pemberontakannya melawan Kaisar Manchu dan bangsa asing. Mula-mulaia mendapat kemenangan-kemenangan besar, karena tentaranya mendapat teguh, memegang disiplin, dan karena bantuan rakyat yang sangat tertarik dengan program perjuangannya. Nanking dapat direbut dan didudukinya sebagai ibukota dari kerajaannya.
Hung Siu-tsjwan mulai mempromosikan dirinya sebagai raja dari kerajaan sorga dan damai abadi (Taiping Tin Kuo). Setelah itu tentara Taiping menyerbu ke utara untuk memukul Kaisar Manchu di Peking. Tiensim jatuh dalam tangan Taiping dan Peking dalam keadaan terancam begitu juga dengan bangsa asing yang merasa dirinya terancam karena adanya pemberontakan ini. Bangsa Asing terancam akan kehilangan segala-galanya jika Taiping menang terhadap kaisar Manchu di peking.
Setelah Nanking inilah Hung Siu-tsjwan mulai kalah karena lupa dengan tujuan dan cita-cita semula. Selain itu bangsa asing yang merasa terancam dengan pemberontakan Taiping kemudian membentuk tentara sukarela dibawah Jenderal Gondan. Mereka bekerja sama dengan Kaisar Manchu melawan pemberontakan Taiping dan berhasil merebut kembali Nanking. Hung Siu-tsjwan tewas bunuh diri. Tentara Taiping kalah dan pemberontakan Taiping dapat ditindas. Korban dari pemberontakan sebanyak 20 juta jiwa manusia.
Pemberontakan Taiping memberi arti bagi masyarakat Tiongkok dan juga bagi bangsa-bangsa lain. Arti pemberontakan Taiping ialah :
1)      Merupakan pemberontakan sosial (revolusi sosial) asli dari Tiongkok yang lepas dari pengaruh sosialisme Barat.
2)      Faham komunistis yang timbul di Tiongkok untuk pertama kali.
3)      Merupakan pelopor dari Mao Tse-tung dengan Kung Chan Tang (Partai Komunis Tiongkok).

D.    Perang Boxer
Penyebab terjadinya pemberontakan (perang) Boxer[6] adalah  karena rakyat Tiongkok benci bangsa asing yang terbukti hanya mengacau Tiongkok saja, karena itu, keinginan untuk membersihkan tanah airnya dari bangsa asing ini timbul di Tiongkok Utara dan menamakan diri “Tindyu Keadilan”.
Ratu Tze Sji (wali dari Kwang Sju, kaisar resmi Tiongkok) atas anjuran jenderal Yuan Shih-kay, membantu gerakan boxer ini karena ingin melepaskan kerajaannya dari kekangan asing. Di Peking, pemberontakan Boxer berkobar. Duta besar Jerman di Peking dibunuh dan kedutaan-kedutaan asing diserang. Tentara bangsa asing segera menerobos dari mana-mana ke Peking diibawah komando Jenderal Von Woldersee. Peking diduduki dan pemberontakan Boxer ditindas. Ratu Tse Sji menyerah dan menandatangani Boxer Protocol 1901 yang isinya adalah Tiongkok diharuskan membayar kerugian perang kepada bangsa asing sebesar $ 738.000.000.[7]
Akibat dari pemberontakan Boxer adalah Ratu Tse Sji telah dapat dilemahkan. Kekuasaan seluruhnya jatuh dalam tangan bangsa asing. Nasib Tiongkok tergantung dari belas kasih bangsa asing. Pemberontakan ini juga menyadarkan bahwa bangsa asing tidak dapat ditolak dengan  kekerasan tetangga, karena Tiongkok sendiri masih lemah. Cara yang dapat diambil adalah dengan melakukan Modernisasi Negara Tiongkok. Tindakan yang dilakukan oleh Ratu Tse Sji adalah :
a)      Akan disusun UUD
b)      Ujian secara kuno untuk menjadi pegawai negeri dihapuskan pada tahun 1905 dan diganti dengan ujian secara modern.
c)      Mendirikan sekolah dan pengiriman pemuda-pemuda ke luar negeri.
d)     Pemakaian candu diberantas.
Sayangnya, sebelum Ratu Tse Sji dapat menjalankan pembaharuan-pembaharuan itu semua, dia telah wafat pada tahun 1908 yang kemudian digantikan dengan seorang kaisar yang masih berumur 2 tahun yang bernama Pu Yi. Keadaan menjadi kacau balau karena perebutan kekuasaan dan korupsi merajalela. Keadaan ini memperkuat kedudukan orang-orang yang anti Manchu, tergabung dalam gerakan Tung Meng Hui dibawah seorang pemimpin hebat yang bernama Dr. Sun Yat Sen. Keadaan menjadi genting dan Pemerintahan Manchu memanggil kembali Yuan Shih-kay (yang telah dipecat sebelumnya) untuk mentelamatkan Pemerintahan Manchu.
Pada tahun 1912, Yuan Shih-kay (the Strong Man dari Utara) yang diangkat oleh kaisar Pu Yi untuk menyelamatkan Dinasti Manchu dari ancaman Republik Tiongkok (Dr. Sun Yat Sen), membalik dan berunding dengan Dr. Sun Yat Sen. Yuan Shih-kay mau menurunkan dan melenyapkan Dinasti Manchu dan kemudian membentuk satu Tiongkok (republic yang meliputi seluruh Tiongkok) asal dia menjadi presiden (pemimpin/kaisar). Dr. Sun Yat Sen menerima tuntutan Yuan Shih-kay untuk kepentingan persatuan Tiongkok. Yuan Shih-kay kemudian menurunkan Pu Yi dari tahta pada tanggal 12 Februari 1912. Dengan turunnya kaisar, maka Tiongkok berubah menjadi republic Tiongkok dan sekarang meliputi seluruh Tiongkok. Dr. Sun Yat Sen mengundurkan diri menjadi presiden dan pergi ke Kanton (13 Agustus 1912). Posisi presiden kemudian diduduki oleh Yuan Shih-kay. Di Kanton, Dr. Sun Yat Sen mendirikan Kuo Ming Tang (partai Nasionalis) untuk melaksanakan San Min Chu I dan menjaga tetap berlangsungnya Republik Tiongkok yang nasionalis, demokratis, dan sosialis.



Daftar Pustaka
Bustamam. 2011. Sejarah Asia Timur.Padanng: UNP Press.
Chitra, Fernando. 1953. Sedjarah Asia. Jogjakarta.



[1]Batu keras yang memiliki banyak warna pada umumnya berwarna hijau yang digunakan untuk kuil-kuil, cincin, kalung, materai, medal, dan terkadang sebagai lencana kantor tertinggi.
[2] Dinasti Manchu baru menguasai sebagian dari wilayah Tiongkok. Sumber : buku Sejarah Asia Timur karangan Bustamam halaman 43.
[3] Candu adalah suatu obat bius yang dibuat dari jenis biji-bijian dan bunga ompium.
[4] Perjanjian Nanking berarti pembukaan Tiongkok untuk Bangsa Asing (dunia luar) dan ini merupaka jasa Inggris.
[5] Hak ekstra-territorial ialah hak untuk hidup dibawah hukum dari Negara asalnya. Hukum Negara asing yang ditempatinya tidak berlaku baginya. Ini berarti mengurangi kedaulatan Negara yang ditempatinya.
[6] Bangsa asing silat ini dipandang sebagai Boksen, karena itu pemberontakan ini disebut Pemberontakan Boxer.
[7] Chitra, Fernando. 1953. Sedjarah Asia. Jogjakarta, hlm. 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 31 desember 2020 pukul 18.09 aku memulai tulisan ini. sudah lama aku tak menulis. Kesenanganku satu ini terenggut oleh rutinitas pekerjaan....