A.
Muncul dan
Berkembangnya Dinasti Cina
Dari zaman kuno
sampai 1912, Tiongkok selalu diperintahkan oleh dinasti-dinasti
(raja-raja dari satu keturunan). Dinasti yang terakhir adalah Dinasti Manchu
yang juga disebut dinasti asing oleh bangsa Tionghoa, karena dinasti ini bukan
keturunan bangsa Tionghoa. Dibawah dinasti Manchu Tiongkok diperintahkan masih
secara kolot. Tiongkok merupakan suatu Negara yang tertutup rapat-rapat bagi
bangsa asing yang dianggapmya lebih rendah dan belum berabad daripada bangsa
Tionghoa.
1.
Dinasti Shang
Sebelum lahirnya
Dinasti Chou, di Cina telah ada dinasti-dinasti seperti Hsia dan Shang. Menurut
legenda Cina Dinasti Hsia merupakan Dinasti tertua. Namun dari bukti-bukti yang
ditemukan oleh para ahli antropologi dan arkeologi berupa benda-benda
peninggalan masa lalu disimpulkan bahwa dinasti yang pertama adalah Dinasti
Shang. Dinasti ini mempunyai negeri yang makmur dan rajanya sangat kaya. Rakyat
hidup dengan damai.
2.
Dinasti Chou
(1122 - 255 SM)
Pada awalnya
Dinasti Chou diperintah oleh raja-raja yang kuat lagi bijak. Oleh Karena itu
tidak heran apabila pada masa itu Dinasti Chou tumbuh menjadi sebuah kerajaan
yang besar. Namun setelah raja-raja yang kuat tersebut tiada, Dinasti Chou diperintahkan oleh raja-raja yang lemah
dan suka bermewah-mewah. Akibatnya negeri Chou terpecah ke dalam kerajaan-kerajaan
yang saling berperang antara satu dengan yang lainnya.
Di masa Dinasti
Chou berkuasa, kesenian dan usaha kerajinan berkembang sangat pesat. Banyak
barang-barang seperti lonceng, cermin, dan cangkir yang mereka hasilkan. Di
atas tembaga mereka mengukir gambar-gambar yang indah seperti burung, ular, dan
simbol-simbol yang lain. Bandul-bandul kayu dan tonggak-tonggak bangunan diukir
dengan mengkilap dengan dilapisi emas, perak, dan jenis-jenis tatahan yang
berbeda.
Dinasti Chou
juga mengikuti Dinasti Shang dalam mengolah batu hijau (biru dan putih/giok).[1] Di
masa Dinasti Chou dikenal mazhab seratus. Mazhab seratus ini terdiri dari
sarjana-sarjana dan pemikiir yang mempunyai ide-ide cemerlang yang selalu
berdiskusi tentang berbagai hal. Hal ini mendorong berkembanng pesatnya ilmu
pengetahuan pada masa Dinasti Chou. Pada masa Dinasti Chou para filsuf dan
pemikir besar terlahir dan membawa pembaharuan-pembaharuan kepada bangsa Tiongkok.
Tembok Besar Tiongkok
mulai dibangun pada masa Dinasti Chou ini. Kegunaan utama dari Tembok Besar Tiongkok
ini adalah untuk melindungi Tiongkok dari serangan Bangsa Mongol di utara yang
terkenal dengan keganasannya.
3.
Dinasti Ch’in
(246 - 210 SM)
Dinasti Chou
hancur karena dilanda peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil. Akhirnya
sebuah kerajaan kecil yang bernama Ch’in
berhasil menyatukan kerajaan yang terpecah menjadi sebuah kerajaan
kerajaan yang besar. Pemimpin dari kerajaan ini adalah Shih Huang Ti (Kaisar
Pertama). Dari nama Ch’in inilah kemudian nama China didapatkan.
Shih Huang Ti
memerintah dengan keras. Dia tidak segan mengubur hidup-hidup para sarjana yang
bertentangan ide dengannya. Buku-buku yang tidak sesuai dengan pemikirannya
diusahakan untuk dimusnahkan. Akibatnya banyak buku tentang Confusius dan
buku-buku milik filsuf Tiongkok lain yang dibakar. Shih Huang Ti hanya berkuasa
selama 15 tahun karena kekuasaannya ditumbangkan oleh pemberontakan petani dari
Lembah Sungai Han.
4.
Dinasti Han (202
SM - 220 M)
Sistem feodal
diterapkan kembali. Segala buku-buku lama yang pada Dinasti Ch’in dilarang,
pada mas Dinasti Han kembali dibuka. Pelajaran tentang kitab-kitab filsafat
seperti Confusius dan Taoisme diberlakukan
lagi. Sehingga Dinasti Han tumbuh menjadi sebuah Dinasti yang besar.
Bahkan kitab-kitab itu digunakan sebagai dasar untuk menyusun Undang-Undang.
Pada masa
pemerintahan Raja Han Wu Ti dilakukan sistem ujian penerimaan pegawai kerajaan,
yang diterima adalah mereka yang lulus ujian ajaran Confusius. Sejak waktu itu
kekuasaan golongan Gentry (Leterette
Confusius) berkembang dengan pesat. Dinasti Han memerintahkan sekitar 200
tahun. Dinasti ini kemudian mengangkat nama Tiongkok karena keberhasilannya
dalam membangun negeri.
Di masa Dinasti
Han ini, perdagangan berkembang pesat. Orang sudah mulai membuat porselen dan
kertas. Hubungan dagang dengan pihak Romawi dibina, sehingga barang-barang yang
dihasilkan oleh rakyat Han dikenal oleh orang-orang di Romawi begitu juga
sebaliknya. Dinasti Han merupakan dinasti yang besar sehingga orang-orang
Tionghoa bangga dengan mengatakan bahwa mereka berasal dari Dinasti Han.
5.
Dinasti Tang
Setelah Dinasti
Han, Tiongkok berada dalam kegelapan sekitar 400 tahun lebih lamanya. Mereka
saling berperang antara satu kerajaan kecil dengan kerajaan kecil lainnya.
Untuk selanjutnya berkuasalah Dinasti Tang yang memerintah Tiongkok lebih dari
300 tahun lamanya. Pada masa ini keadaan Tiongkok seperti pada masa Dinasti
Han. Hubungan dengan berbagai negeri berkembang berkembang dan pengaruhnya
sampai ke Asia tenggara (Indonesia).
Di zaman Dinasti
Tang ini, kesenian berkembang dengan baik. Baik seni lukis, seni ukir,
pahat/patung maupun seni drama dan puisi. Sehingga tidak heran bila zaman ini
lebih cocok disebut sebagai zaman yang sangat romantic dalam sejarah kekaisaran
Tiongkok.
6.
Dinasti Sung
(960 - 1280 M)
Selama Dinasti
sung, kesenian berkembanng dengan pesatnya, demikian juga perdagangan. Satu hal
yang lebih spesifik bahwa semasa Dinasti Sung ini bangsa Mongol secara bertahap
dapat diletakkan di bawah kekuasaannya.
7.
Dinasti Mongol
(Dinasti Yuan) (1280 - 1368 M)
Dinasti Mongol
adalah dinasti yang berasal dari arah
utara Tiongkok. Dinasti Mongol sebenarnya berasal dari kelompok-kelompok
manusia barbar yang berwatak keras di Mongol yang berhasil disatukan oleh salah
satu kelompok yang terkuat. Kelompok yang terkuat itu kemudian membentuk sebuah
tentara yang sangat kuat pula dan diatur seprofessional mungkin. Salah seorang
yang cukup gigih dalam pembentukan tentara ini adalah Temuchin atau dikenal
juga dengan Jengis Khan. Jengis Khan berusaha untuk menaklukkan daerah-daerah
yang ada di sebelah selatannya yaitu Tiongkok.
Jengis Khan dan
keturunnanya dikenal dengan semangatnya yang tinggi dengan watak yang keras dan
tidak segan memenggal kepala prajurit yang berani menentang perintahnya. Dengan
bekal tentara yang terlatih, Jengis Khan dan keturunannya melanglang buana
untuk menaklukan negeri lain termasuk Irak. Bahkan kerajaan Mongol pernah pula
mengirim utusan ke Singasari untuk meminta pengakuan sebagai kerajaan yang
agung (kebesaran Kerajaan Mongol) dari Kertanegara (Raja Singasari). Namun
utusan ini ditolak dan membuat gusar Khubilah Khan yang menjadi raja Mongol
pada masa itu.
Pada tahun 1292
Kerajaan Mongol mengirimkan pasukan untuk menghantam Kertanegara. Namun
Kertanegara telah tewas karena serangan Jayakatwang. Kedatangan pasukan Mongol
ini dimanfaatkan oleh Raden Wijya (Menantu Kertanegara) untuk menghantam
Jayakatwang. Setelah Jayakatwang hancur bersama pasukannya, lantas Raden Wijaya
menghantam pasukan Mongol. Ini salah satu penyebab lahirnya Kerajaan Majapahit.
Lepas dari bangsa Mongol, Tiongkok kemudian jatuh ke tangan bangsa Manchu yang
berasal dari Tiongkok bagian utara.
8.
Dinasti Manchu
(1644 – 1912 M)
Dalam
pemerinthan Kaisar Wan Li terjadi suatu hal yang akhirnya memberikan suatu arah
baru buat perjalanan sejarah Tiongkok. Bangsa Manchu, suatu suku kecil dari
Tungus yang menjadi keturunan Bangsa Yurche yang sebagiannya dulu pernah
memerintah Tiongkok Utara dengan nama Kerajaan Chin (1115 – 1234), bisa
memperbaiki kedudukannya. Setelah mereka dikalahkan Bangsa Mongol, mereka
mengundurkan diri ke Utara sampai melewati
Sungai Amur. Mereka berdiam di perbatasan daerah Tiongkok di Manchuria,
terutama di tempat yang sekarang menjadi Provinsi Kirin.
Pada masa
pemerintahan Kaisar Wan Li, Bangsa Manchu berada di bawah pemerintahan Nurhachu
(1559 – 1626), yang telah menaklukkan beberapa suku lain. Nurhachu setelah
begitu kuat lantas mencoba untuk melakukan penyerangan-penyerangan terhadap
wilayah Tiongkok. Setelah dia meninggal selesai penyerangan di Mukden, usahanya
dilanjutkan oleh anaknya untuk menyerang Tiongkok dari arah Mongolia dan
akhirnya berhasil mendekati Peking.
Karena tidak
terbendungnya berbagai serangan yang dilakukan oleh Bangsa Manchu ini terhadap
Kerajaan Tiongkok yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mongol,
akhirnya keturunan terakhir dari kaisar-kaisar Mongol menyerahkan Ca Besar
Dinasti Yuan kepada Bangsa Manchu. Sejak itu Raja Manchu memakai gelar kaisar
dan menamakan kerajaannya Taman Kanank-Kanak Ch’ing.
Dengan
diserahkannya Cap Besar kekaisaran kepada Raja Manchu, maka terbentuklah sebuah
kerajaan baru di perbatasan Tiongkok.[2]
Pengaruh Manchu semakin lama semakin bertambah besar terhadap orang-orang
Mongol ataupun Korea dan juga sebagian orang-orang Tionghoa, apalagi pihak
Manchu melakukan kebijakan untuk melebur mereka sehingga mereka semua menjadi
sebua bangsa yang sangat kuat. Akan tetapi pimpinan tetap berada di tangan
orang-orang Manchu yang kecil jumlahnya. Di atas organisasi militer yang begitu
kuat, bangsa Manchu mengadakan suatu pemerintahan pusat yang mengikuti sistem
Tionghoa yang bercorak Confucianisme Kuno. Dengan demikian bila dipandang dari
sudut kebudayaan, Bangsa Manchu sudah ditelah oleh bangsa Tionghoa.
Selama
pemerintahan Manchu, hubungan dengan dunia Barat mulai dilakukan. Hubungan
tersebut adalah dalam bentuk perdagangan yang pada tahap selanjutnya hubungan
dagang ini mulai dibatasi pada hal-hal di tempat-tempat tertentu saja hingga
akhirnya Bangsa Barat hanya dapat berdagang di Canton. Akibat dari hubungan
ini, bangsa Tionghoa mulai berkenalan dengan adat budaya dan berbagai hasil
produksi yang berasal dari Barat.
Selama Manchu
berkuasa di Tiongkok, Tiongkok berhasil dibangun sehingga menjadi sebuah Negara
yang maju. Pemerintahan ditata dengan baik, tanaman-tanaman mulai diperkenalkan
di daratan Tiongkok, jalan-jalan baru, jembatan saluran irigasi juga dibangun
untuk meningkatkan penghasilan. Namun demikian, kemajuan yang dialami Tiongkok
di masa pemerintahan Manchu, ternyata ikut pua menambah populasi penduduk.
Akibatnya terjadilah kecemburuan sosial di kalangan rakyat karena semakin
sempitnya lahan pertanian dan memungkinkan produksinya tidak terbagi dengan
rata. Kecemburuan sosial tersebut merebak menjadi keresahan sosial dan berujung
pada pemberontakan terhadap pemerintahan Manchu. Pemberontakan-pemberontakan
seperti ini nantinya akan memberikan kontribusi dalam keruntuhan kekaisaran
Manchu.
B.
Perang Candu
(1839 – 1842 M)
Selama pemerintahan Dinasti Manchu, hubungan dengan
dunia Barat mulai diadakan. Inggris yang pertama-tama berjasa membuka Tiongkok
bagi orang asing. Hubungan tersebut adalah dalam bentuk perdagangan yang pada
tahap selanjutnya hubungan dagang mulai dibatasi pada hal-hal dan tempat-tempat
tertentu saja hingga akhirnya bangsa Barat hanya dapat berdagang di Canton.
Dampak dari interaksi dengan dunia Barat, bangsa Tionghoa mulai berkenalan
dengan budaya dan berbagai hasil produksi yang berasal dari Barat.
Satu penyakit yang berhasil yang ditebarkan oleh
orang-orang Barat dalam menaklukkan Tiongkok adalah perdagangan Candu.[3]
Orang-orang Tionghoa mulai terbius dengan benda haram ini. Banyak mereka yang
menghisap candu sehingga menjadi masyarat malas bekerja dan berusaha.
Pemerintahan Dinasti Manchu berusaha untuk
menghentikan perdagangan candu ini dengan mengeluarkan serangkaian
Undang-Undang. Namun UU ini tidak ada artinya. Akhirnya pemerintahan Dinasti
Manchu berusaha untuk merampas candu-candu tersebut dan menghancurkan gudang
candu milik Inggris. Sebagai akibatnya, Inggris mengirimkan kapal-kapal
perangnya ke Tiongkok tepatnya di kota Nanking dan terjadilah perang antara
Inggris dengan Tiongkok yang dikenal dengan nama Perang Candu. Tiongkok kalah
dan menandatangani Perjanjian Perdamaian
Nanking[4]
(1842) yang isinya sebagai berikut :
1)
Lima pelabuhan
Tiongkok dibuka untuk perdagangan bangsa asing (Treaty Ports).
2)
Inggris mendapat
Hongkong (1842).
3)
Inggris mendapat
hak ekstra-territorial[5]
(yang kemudian diikuti oleh negara-negara Barat lainnya).
C.
Pemberontakan Taiping
(Tai P’ing) (1850 – 1864 M)
Penyebab pemberontakan Taiping adalah :
1)
Pemerintahan
Kaisar Manchu lemah terhadap bangsa asing hingga bangsa asing dapat merajalela
di dalam Tiongkok.
2)
Kemiskinan
rakyat jelata yang disebabkan oleh pemerintahan feudal Manchu.
3)
Keinginan yang
timbul diantara rakyat untuk membangun masyarakat baru yang bahagia.
Pemimpin dari pemberontakan Taiping ialah Hung
Siu-tsjwan yang merupakan seorang Tionghoa beragama Masehi. Di dalam kitab
Injil Masehi diceritakan bahwa masyarakat Masehi pertama dibawah pimpinan
Petrus merupakan masyarakat yang sosialistis.
Pada tahun 1851 M, Hung Siu-tsjwan mulai dengan
pemberontakannya melawan Kaisar Manchu dan bangsa asing. Mula-mulaia mendapat
kemenangan-kemenangan besar, karena tentaranya mendapat teguh, memegang
disiplin, dan karena bantuan rakyat yang sangat tertarik dengan program
perjuangannya. Nanking dapat direbut dan didudukinya sebagai ibukota dari
kerajaannya.
Hung Siu-tsjwan mulai mempromosikan dirinya sebagai
raja dari kerajaan sorga dan damai abadi (Taiping Tin Kuo). Setelah itu tentara
Taiping menyerbu ke utara untuk memukul Kaisar Manchu di Peking. Tiensim jatuh
dalam tangan Taiping dan Peking dalam keadaan terancam begitu juga dengan
bangsa asing yang merasa dirinya terancam karena adanya pemberontakan ini.
Bangsa Asing terancam akan kehilangan segala-galanya jika Taiping menang
terhadap kaisar Manchu di peking.
Setelah Nanking inilah Hung Siu-tsjwan mulai kalah
karena lupa dengan tujuan dan cita-cita semula. Selain itu bangsa asing yang
merasa terancam dengan pemberontakan Taiping kemudian membentuk tentara
sukarela dibawah Jenderal Gondan. Mereka bekerja sama dengan Kaisar Manchu
melawan pemberontakan Taiping dan berhasil merebut kembali Nanking. Hung
Siu-tsjwan tewas bunuh diri. Tentara Taiping kalah dan pemberontakan Taiping
dapat ditindas. Korban dari pemberontakan sebanyak 20 juta jiwa manusia.
Pemberontakan Taiping memberi arti bagi masyarakat
Tiongkok dan juga bagi bangsa-bangsa lain. Arti pemberontakan Taiping ialah :
1)
Merupakan
pemberontakan sosial (revolusi sosial) asli dari Tiongkok yang lepas dari
pengaruh sosialisme Barat.
2)
Faham komunistis
yang timbul di Tiongkok untuk pertama kali.
3)
Merupakan
pelopor dari Mao Tse-tung dengan Kung Chan Tang (Partai Komunis Tiongkok).
D.
Perang Boxer
Penyebab terjadinya pemberontakan (perang) Boxer[6]
adalah karena rakyat Tiongkok benci
bangsa asing yang terbukti hanya mengacau Tiongkok saja, karena itu, keinginan
untuk membersihkan tanah airnya dari bangsa asing ini timbul di Tiongkok Utara
dan menamakan diri “Tindyu Keadilan”.
Ratu Tze Sji (wali dari Kwang Sju, kaisar resmi
Tiongkok) atas anjuran jenderal Yuan Shih-kay, membantu gerakan boxer ini
karena ingin melepaskan kerajaannya dari kekangan asing. Di Peking,
pemberontakan Boxer berkobar. Duta besar Jerman di Peking dibunuh dan
kedutaan-kedutaan asing diserang. Tentara bangsa asing segera menerobos dari
mana-mana ke Peking diibawah komando Jenderal Von Woldersee. Peking diduduki
dan pemberontakan Boxer ditindas. Ratu Tse Sji menyerah dan menandatangani
Boxer Protocol 1901 yang isinya adalah Tiongkok diharuskan membayar kerugian
perang kepada bangsa asing sebesar $ 738.000.000.[7]
Akibat dari pemberontakan Boxer adalah Ratu Tse Sji
telah dapat dilemahkan. Kekuasaan seluruhnya jatuh dalam tangan bangsa asing.
Nasib Tiongkok tergantung dari belas kasih bangsa asing. Pemberontakan ini juga
menyadarkan bahwa bangsa asing tidak dapat ditolak dengan kekerasan tetangga, karena Tiongkok sendiri
masih lemah. Cara yang dapat diambil adalah dengan melakukan Modernisasi Negara
Tiongkok. Tindakan yang dilakukan oleh Ratu Tse Sji adalah :
a)
Akan disusun UUD
b)
Ujian secara
kuno untuk menjadi pegawai negeri dihapuskan pada tahun 1905 dan diganti dengan
ujian secara modern.
c)
Mendirikan
sekolah dan pengiriman pemuda-pemuda ke luar negeri.
d)
Pemakaian candu
diberantas.
Sayangnya, sebelum Ratu Tse Sji dapat menjalankan
pembaharuan-pembaharuan itu semua, dia telah wafat pada tahun 1908 yang
kemudian digantikan dengan seorang kaisar yang masih berumur 2 tahun yang
bernama Pu Yi. Keadaan menjadi kacau balau karena perebutan kekuasaan dan
korupsi merajalela. Keadaan ini memperkuat kedudukan orang-orang yang anti
Manchu, tergabung dalam gerakan Tung Meng Hui dibawah seorang pemimpin hebat
yang bernama Dr. Sun Yat Sen. Keadaan menjadi genting dan Pemerintahan Manchu
memanggil kembali Yuan Shih-kay (yang telah dipecat sebelumnya) untuk
mentelamatkan Pemerintahan Manchu.
Pada tahun 1912, Yuan Shih-kay (the Strong Man dari
Utara) yang diangkat oleh kaisar Pu Yi untuk menyelamatkan Dinasti Manchu dari
ancaman Republik Tiongkok (Dr. Sun Yat Sen), membalik dan berunding dengan Dr.
Sun Yat Sen. Yuan Shih-kay mau menurunkan dan melenyapkan Dinasti Manchu dan
kemudian membentuk satu Tiongkok (republic yang meliputi seluruh Tiongkok) asal
dia menjadi presiden (pemimpin/kaisar). Dr. Sun Yat Sen menerima tuntutan Yuan
Shih-kay untuk kepentingan persatuan Tiongkok. Yuan Shih-kay kemudian
menurunkan Pu Yi dari tahta pada tanggal 12 Februari 1912. Dengan turunnya
kaisar, maka Tiongkok berubah menjadi republic Tiongkok dan sekarang meliputi
seluruh Tiongkok. Dr. Sun Yat Sen mengundurkan diri menjadi presiden dan pergi
ke Kanton (13 Agustus 1912). Posisi presiden kemudian diduduki oleh Yuan
Shih-kay. Di Kanton, Dr. Sun Yat Sen mendirikan Kuo Ming Tang (partai
Nasionalis) untuk melaksanakan San Min Chu I dan menjaga tetap berlangsungnya
Republik Tiongkok yang nasionalis, demokratis, dan sosialis.
Daftar Pustaka
Bustamam.
2011. Sejarah Asia Timur.Padanng: UNP
Press.
Chitra,
Fernando. 1953. Sedjarah Asia.
Jogjakarta.
[1]Batu keras yang memiliki banyak warna pada
umumnya berwarna hijau yang digunakan untuk kuil-kuil, cincin, kalung, materai,
medal, dan terkadang sebagai lencana kantor tertinggi.
[2] Dinasti Manchu baru
menguasai sebagian dari wilayah Tiongkok. Sumber : buku Sejarah Asia Timur
karangan Bustamam halaman 43.
[4] Perjanjian Nanking
berarti pembukaan Tiongkok untuk Bangsa Asing (dunia luar) dan ini merupaka
jasa Inggris.
[5] Hak ekstra-territorial
ialah hak untuk hidup dibawah hukum dari Negara asalnya. Hukum Negara asing
yang ditempatinya tidak berlaku baginya. Ini berarti mengurangi kedaulatan
Negara yang ditempatinya.
[6] Bangsa asing silat ini
dipandang sebagai Boksen, karena itu pemberontakan ini disebut Pemberontakan Boxer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar