Setiap
manusia memiliki rencana, namun Allah juga memiliki rencana atas setiap
manusia, dan rencana Allah yang terbaik. Tugas kita hanya berdo,a dan berusaha,
mengenai hasilnya serahkan pada Yang Maha Kuasa. Sebagai manusia, kita hanya
bertugas menjalani scenario yang telah dipersiapkan untuk kita. Jika terlalu
picik untuk meminta dihilangkan masalah, maka bukan hal memalukan jika meminta
diberi kekuatan menerima masalah tersebut.
Ini
aku dan ceritaku.
Sebagai
manusia biasa aku juga memiliki rencana-rencana kehidupanku. Ku tulis serapi
mungkin setiap daftar yang ingin kucapai. Dan sebagai manusia biasa pula aku
tentu pernah kecewa ketika yang kuinginkan berbeda dari kenyataan.
Aku
pernah merencanakan untuk menempuh pendidikan bidang ekonomi, namun faktanya
ilmu sejarah adalah jurusan kuliahku. Aku pernah merencanakan untuk lulus
secepat mungkin, faktanya aku harus kejar-kejaran dengan jadwal bayar UKT
semester selanjutnya. Aku pernah berencana ini, namun faktanya itu. Aku aku aku
…….
Aku
pernah berencana.
Sebagai
mahasiswa yang kuliah dengan mengandalkan beasiswa, maka sudah menjadi
prioritasku untuk selesai kuliah sebelum masa beasiswaku berakhir. Apapun akan
kulakukan selama hal itu buakn suatu hal yang salah. Bahkan meski harus setiap
hari bolak-balik jalan kaki kos-kampus bukan suatu masalah asal aku dapat
selesai kuliah. Meski menunggu dosen hampir seharianpun, bukan masalah jika hal
itu memang fase yang harus dilewati. Segala macam suka-duka penulisan tugas
akhir tak ada satupun yang dapat membuatku menguraikan air mata. Bukan aku
merasa kuat, namun semua ini masih dapat kupikul sepenuhnya.
Namun
hari ini, aku benar-benar sudah tak dapat untuk berpura-pura. Aku sampai pada
titik lemahku. Ketika apa yang aku usahakan dijawab Allah dengan “berusahalah
lagi”. Hari ini aku benar-benar merasa jatuh. Jatuh atas semua yang aku
rencanakan.
Air
mata itu mengalir begitu saja. Sekuat apapun aku menahannya. Sekeras apapun aku
mencoba untuk berusaha tegar. Aku dan rencanaku yang menjadi kenangan.
Sayatan-sayatan
perih ketika banyak orang bertanya, “Kapan sidang” terasa 2x lebih menyakitkan
dibandingkan rasa sakit yang saat ini aku derita. Sungguh, rasa perih atas
penyakitku tak sebanding rasanya dengan perih ketika pertanyaan itu datang
namun belum dapat kuberi jawaban. Perihnya semakin berlipat-lipat ketika kedua
orang tua dan keluarga yang menanyakannya demikian.
Sungguh
ini bukan inginku.
Aku
sudah berusaha. Melaksanakan tugas dan kewajibanku sebagai mahasiswa. Dan aku
tak pernah bermain-main dengan apa yang kulakukan. Tapi sepertinya ada rahasia
Allah dibalik semua ini. Sepertinya aku kurang kuat dalam berusaha.
Bersyukur
aku masih memiliki harapan, setidaknya akan menjadi alasan untuk tidak
mengeluhkan keadaan.
Mendalo, 04 Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar